الصفحة البسيطة

Sabtu, 30 Oktober 2010

Goresan Saudaramu....

PAKSALAH DIRI BERBUAT BAIK DAN TAAT


Mahasuci Allah, Zat yang memiliki segalanya. Maha Cermat dan Maha Sem­
purna sehingga sama sekali Ia tidak membutuhkan apapun dari hamba-hamba-Nya. Tidak ada kepentingan dan manfaat yang bisa kita berikan, karena Allah secara total dan Maha Sempurna telah mencukupi dirinya sendiri. Ribuan malaikat yang gemuruh bertasbih, bertahmid, dan bertakbir tiap detik, tiap waktu, tiap kesempatan memuji Allah, itupun hanya menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya.

Jika Allah menciptakan makhluk, jin dan manusia kemudian diperintahkan untuk taat, bukan karena Allah membutuhkan ketaatan makhluk-Nya. Sungguh, se­mua perintah dari Allah adalah karunia agar kita menjadi terhormat, mulia, dan bisa kembali ke tempat asal mula kita yaitu surga

Allah  Maha Tahu bahwa kita memiliki kecenderungan lebih ringan kepada hawa nafsu dan lebih berat kepada taat. Oleh karena itu, jika kita mendapat perintah dari Allah, dalam bentuk apapun, si nafsu ada kecenderungan berat melakukannya, bahkan tak segan-segan untuk menolaknya. Misalnya ibadah shalat cenderung ingin­nya dilambatkan. Urusan shaf saja, tidak banyak orang berebutan menempati shaf pertama. Amati saja justru shaf belakang cenderung lebih banyak diminati. Perintah shalat memang banyak yang melakukan, tetapi belum tentu semua melakukannya tepat waktu. Begitu juga dengan tepat waktu, belum tentu juga bersungguh-sungguh khusyu. Bahkan ada – mungkin salah satunya kita – yang justru menikmati shalat dengan pikiran yang melantur, melayang-layang tak karuan, sehingga tak jarang banyak program atau urusan duniawi lainnya yang kita selesaikan dalam shalat. Dan yang lebih parah lagi, kita tidak merasa bersalah karenanya.

Saat menafkahkan rizki untuk sedekah, maka si nafsu akan membuat seakan-akan sedekah itu akan mengurangi rizki kita, bahkan pada lintasan berikutnya sedekah ini akan dianggap membuat kita tidak punya apa-apa. Padahal, sungguh sedekah tidak akan mengurangi rizki, bahkan akan menambah rizki kita. Namun, karena nafsu tidak suka kepada sedekah, maka jajan justru lebih disukai.

Sungguh, kita telah diperdaya dengan rasa malas ini. Bahkan saat malas beribadah, otak kita pun dengan kreatif akan segera berputar untuk mencari dalih ataupun alasan yang dipandang logis dan rasional. Sehingga apa-apa yang kita lakukan karena malas, seolah-olah mendapat legitimasi karena alasan kita yang logis dan rasional itu, bukan semata-mata karena malas. Ah, betapa hawa nafsu begitu pintar mengelabui kita. Lalu, bagaimana cara kita mengatasi semua kecenderungan negatif diri kita ini?

Cara yang paling baik yang harus kita lakukan adalah kegigihan kita melawan kemalasan diri. Kecenderungan malas itu kalau mau diikuti terus menerus akan tidak ada ujungnya, bahkan akan terus membelit kita menjadi seorang pemalas kelas berat, naudzubillaah. Berangkat ke masjid, maunya dilambat-lambat, maka harusnya lawan! Berangkat saja. Ketika terlintas, nanti saja wudhunya di masjid, lawan! Di masjid banyak orang, segera lakukan wudhu di rumah saja! Itu sunnah. Sungguh, orang yang wudhu di rumah lalu bergegas melangkahkan kakikya ke masjid untuk shalat, maka setiap langkahnya adalah penggugur dosa dan pengangkat derajat.

Sampai di masjid, paling nikmat duduk di tempat yang memudahkan dia keluar dari masjid, bahkan kadangkala tak malu untuk menghalangi orang lewat. Lebih-lebih lagi bila memakai sandal bagus, ia akan berusaha sedekat mungkin dengan sandalnya, dengan alasan takut dicuri orang. Begitulah nafsu. Bagi orang yang menginginkan kebaikan, dia akan berusaha agar duduknya tidak menjadi penghalang bagi orang lain. Maka akan dicarinyalah shaf yang paling depan, shaf yang paling utama.

Sesudah shalat, ketika mau zikir, kadang terlintas urusan pekerjaan yang harus diselesaikan. Maka bagi yang tekadnya kurang kuat ia akan segera ngeloyor pergi, padahal zikir tidak lebih dari sepuluh menit, ngobrol saja lima belas menit masih dianggap ringan. Atau ada juga yang sampai pada tahap zikir, diucapnya berulang-ulang, subhanallaah – subhanallah, tapi pikiran melayang kemana saja. Anehnya lagi kalau memikirkan dia si jantung hati konsentrasinya sungguh luar biasa. Kenapa, misalnya, mengucap subhanallaah tiga puluh tiga kali, yang sadar mengucapkannya cuma satu kali? Atau ingatlah saat kita akan berdo’a. Walaupun dilakukan, akan dengan seringkas mungkin. Padahal demi Allah, zikir-zikir yang kita ucapkan akan kembali pada diri kita juga.

Oleh karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti hawa nafsu berupa malas sedang merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, dengan cara segera melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan! Insya Allah itu akan lebih dekat kepada ketaatan. Janganlah karena kemalasan beribadah yang kita lakukan, menjadikan kita tergolong orang-orang munafik, naudzubillaah.

Firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali." (QS. An Nisa [4] : 142)

Ingatlah bahwa kalau kita tergoda oleh bisikan hawa nafsu berupa kemalasan dalam beribadah, maka kita ini sebenarnya sedang menyusahkan diri sendiri, karena semua perintah itu adalah karunia Allah buat kemaslahatan diri kita juga. Tepatlah ungkapan Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Hikam, "Allah mewajibkan kepadamu berbuat taat, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kepadamu masuk ke dalam surga-Nya (dan tidak mewajibkan apa-apa kepadamu hanya semata-mata supaya masuk ke dalam surga-Nya)". Maka Abul Hasan Ashadilly menasehatkan bahwa, "Hendaknya engkau mempunyai satu wirid, yang tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dengan lebih mencintai Allah ".

Maka kalau kita sengsara, kita susah, kita menderita, itu bukan karena siapa-siapa, itu semua kita yang buat. Padahal sungguh, setiap desah nafas yang kita hembuskan adalah amanah dari Allah, dan sebagai titipan wadah yang harus kita isi dengan amal-amal kebaikan. Sedangkan hak ketuhanan tetap berlaku pada tiap detik yang dilalui oleh seorang hamba. Abul Hasan lebih lanjut mengatakan, "Pada tiap waktu ada bagian yang mewajibkan kepadamu terhadap Allah (yaitu beribadah)".

Jadi, sungguh sangat aneh  jika kita bercita-cita ingin bahagia, ingin dimudahkan urusan, ingin dimuliakan, tapi justru amal-amal yang kita lakukan ternyata menyiapkan diri kita untuk hidup susah. Seperti orang yang bercita-cita masuk surga tapi amalan-amalan yang dipilih amalan-amalan ahli maksiat. Maka, sahabat-sahabat sekalian sederhanakanlah hidup kita, paksakan diri untuk taat kepada perintah Allah kalau belum bisa ikhlas dan ringan dalam beribadah. Mudah-mudahan Allah yang melihat kegigihan diri kita memaksa diri ini, nanti dibuat jadi tidak terpaksa karena Dia-lah yang Maha Menguasai diri ini. Insya Allah.

Jumat, 29 Oktober 2010

Secangkir Untaian Untukmu…

MERAIH KEBAHAGIAAN DENGAN ILMU AGAMA
Merupakan nikmat dan anugerah yang besar bagi seorang muslim dapat berjalan di atas kebenaran, mencari ridha Allah dan menggapai surga-Nya kelak. Dalam perjalanan seorang muslim, tak jarang dirinya lupa sehingga perlu diingatkan, kadang juga ia lalai sehingga membutuhkan teguran, belum lagi apabila ia keliru sehingga ia mencari pelita yang dapat meluruskan langkah dan arahnya. Berikut ini penulis mengajak dirinya dan ikhwah sekalian untuk merenungi lagi ayat-ayat Allah, hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bimbingan pemahaman Salafush Shalih. Menyegarkan kembali ingatan kita bersama tentang kemuliaan ibadah melalui tholabul ilmi (menuntut ilmu syar’i), agar semangat tak menjadi surut, terlebih di hadapan berbagai ujian dan cobaan kehidupan duniawi. Semoga dapat bermanfaat khususnya bagi diri penulis dan bagi seluruh pembaca, amin…
Saudaraku…, Islam menjelaskan kedudukan yang tinggi nan mulia tentang keutamaan ilmu. Banyak ayat dan hadits serta perkataan serta kisah teladan para ulama salaf yang menunjukkan hal ini. Di antaranya adalah:
Menggapai Kemuliaan Dengan Ilmu Syar’i
Allah Ta’ala berrfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ath Thabari rahimahullah berkata, “Allah mengangkat derajat orang beriman yang berilmu di hadapan orang beriman yang tidak berilmu karena keutamaan ilmu mereka (jika mereka mengamalkan ilmu tersebut, pent).” (Tafsir Ath-Thabari, QS Al-Mujadilah: 11)
Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Yaitu derajat yang tinggi dengan kemuliaan di dunia dan pahala di akherat.” (Tafsir Asy-Syaukani; QS Al-Mujadilah: 11)
Suatu hari Nafi’ bin Abdul Harits mendatangi Amirul Mukminin (Umar bin Al Khattab) di daerah ‘Usfan (saat itu Umar tengah mempercayakan kepemimpinan Mekah kepada Nafi’).
Umar bertanya, “Siapa yang engkau jadikan penggantimu -sementara waktu- bagi penduduk Mekah?”Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.”Umar bertanya, “Siapa Ibnu Abza?”Nafi’ menjawab, “Seorang budak.”Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang budak [?]“Nafi’ mengatakan, “Sesungguhnya budak tersebut adalah seorang hafizh Al-Qur’an dan sangat mengilmui faraidh (yakni hukum-hukum islam)”
         Kemudian Umar berkata, “Sungguh Nabi kalian telah berkata: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur’an dan merendahkan sebagian yang lain karenanya.” (Shahih Muslim: 817)
Ibrahim Al-Harbi berkata: Seseorang bernama ‘Atha’ bin Abi Rabah adalah budak berkulit hitam, milik seorang wanita penduduk Mekah. Hidung ‘Atha’ pesek seperti kacang (sangat kecil). Suatu hari, Sulaiman bin Abdul Malik sang Amirul Mukminin bersama kedua anaknya mendatangi ‘Atha’ yang sedang shalat. Setelah selesai dari shalatnya ia menyambut mereka. Masih saja mereka asyik bertanya kepada ‘Atha tentang manasik haji kemudian Sulaiman berkata kepada kedua anaknya “Wahai anak-anakku, jangan kalian lalai dari menuntut ilmu. Sungguh aku tidak akan lupa telah berada di hadapan seorang budak hitam (yang berilmu ini)”
     Dalam kisah yang lain Ibrahim Al-Harbi berkata, “Muhammad bin Abdurrahman Al-Auqash adalah seorang yang lehernya sangat pendek sampai masuk ke badannya sehingga kedua bahunya menonjol keluar. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang ibunya berpesan, “Wahai anakku, sungguh kelak setiap kali engkau berada di sebuah majelis engkau akan selalu ditertawakan dan direndahkan, maka hendaklah engkau menuntut ilmu karena ilmu akan mengangkat derajatmu.” Ternyata (ia mematuhi pesan ibunya, pent) sehingga suatu saat dipercaya menjadi Hakim Agung di Mekah selama dua puluh tahun.” (Lihat Tarikh Baghdad 2: 309, Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah 1: 501-502)
Al-Muzani berkata, “Aku pernah mendengar Imam Syafi’i berkata: ‘Barangsiapa mempelajari Al-Qur’an maka akan mulia kehormatannya. Barangsiapa mendalami ilmu fikih maka akan agung kedudukannya, barangsiapa mempelajari bahasa (arab) maka akan lembut tabiatnya. Barangsiapa mempelajari ilmu berhitung maka akan tajam nalarnya dan banyak idenya. Barangsiapa banyak menulis hadits maka akan kuat hujjahnya. Barangsiapa yang tidak menjaga dirinya, maka tidak akan bermanfaat ilmunya.’ (Diriwayatkan dari Imam Syafi’i dari beberapa jalan, lihat Miftah Daris Sa’adah 1: 503)

Menuntut Ilmu Adalah Jalan Menuju Surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (syar’i), maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.” (HR. Muslim no: 2699 dari Abi Hurairah)
Beliau juga bersabda, “Barangsiapa keluar untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.” (HR Tirmidzi no: 2323, Ibnu Majah no: 4112 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no: 186 dari Anas)
Dengan Menuntut Ilmu Segala Pintu Kebaikan, Maghfirah, dan Pahala Akan Dilimpahkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka ia akan diberikan kepahaman tentang agama.” (HR Bukhari 1: 150-151, 6: 152, dan Muslim 1037 dari Mu’awiyah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputus semua amalannya kecuali dari tiga hal: [1] shadaqah jariyah, [2] ilmu yang bermanfaat, dan [3] anak shalih yang mendoakannnya.” (HR Muslim 1631 dari Abi Hurairah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “…dan sesungguhnya para Malaikat akan merendahkan sayap-sayap mereka bagi penuntut ilmu sebagai tanda ridha terhadap apa yang mereka lakukan. Sungguh seorang yang berilmu akan dimintakan ampun baginya oleh semua yang ada di langit dan bumi sampai pun ikan di lautan. Keutamaan seorang yang berilmu atas seorang ahli ibadah bagaikan keistimewaan bulan di hadapan bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang dapat mengambilnya, sungguh ia telah meraih bagian yang banyak.” (HR Abu Daud no: 3641-2, At-Tirmidzi no: 2683, Ibnu Majah no: 223, dishahihkan Ibnu Hibban no: 80)
Ilmu ini adalah anugerah. Oleh karena itu, mari kita bersama menjaganya dengan baik. Mengikhlaskan hati mensucikan niat agar Allah menambahnya serta melimpahkan berkah di dalamnya, وقل رب زدني علما “Dan katakan, Wahai Rabb tambakanlah bagiku ilmu.” (QS Thoha: ayat 114)
Jangan sampai kemurniannya terkotori dengan bisikan ambisi materi atau buaian kemewahan duniawi. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kita dengan dalam sebuah hadits, “Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya dicari untuk mengharapkan wajah Allah, namun ternyata ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan satu tujuan dunia, maka ia tidak akan mencium wanginya surga pada hari kiamat.” (HR Abu Daud no: 3664 dengan sanad yang shahih, Ibnu Majah no: 252, Ibnu Hibban no: 89, dll)
Kiat Menjaga Ilmu
Para ulama salaf menjelaskan bahwa di antara kiat menjaga kenikmatan mulia ini adalah dengan:
1. Selalu bersemangat dalam menuntut ilmu dan tidak merasa bosan
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang tidaklah berhasil menuntut ilmu (dengan baik) apabila dia selalu merasa bosan, seakan tidak membutuhkannya. Akan tetapi, seseorang akan berhasil menuntut ilmu jika melakukannya dengan perjuangan dan susah payah, penuh semangat dan hidup prihatin.” (Hilayatul Auliya karya Abu Nu’aim; 9: 119, Al-Madkhal karya Al-Baihaqi; no: 513, Tadribur Rawi karya As-Suyuthi; 2: 584)
Dalam Diwannya beliau juga membawakan syair
أخي لن تنال العلم إلا بستـتة # سأنبيك عن تفصيلها ببيان # ذكاء وحرص واجتهاد وبلغة # وصحبة أستاذ وطول زمان
Wahai saudaraku…, engkau takan mendapatkan ilmu melainkan dengan (memperhatikan) enam hal… Aku akan menyebutkannya secara rinci: [1] harus memiliki kecerdasan, [2] memiliki semangat, [3] bersungguh-sungguh, [4] membutuhkan biaya/materi, [5] mendapat bimbingan guru (ustadz), dan [6] membutuhkan waktu yang panjang. (Diwan Asy-Syafi’i)
2. Mengamalkan ilmu yang telah kita dapatkan
Amr bin Qays berkata, “Jika sampai kepadamu suatu ilmu, maka amalkanlah meskipun hanya sekali.” (Hilyatul Auliya karya Abu Nu’aim 5: 102)
Imam Waki’ berkata, “Jika engkau hendak menghafal satu ilmu (hadits), maka amalkanlah!” (Tadribur Rawi karya As-Suyuthi 2: 588)
Imam Ahmad berkata, “Tidaklah aku menulis suatu hadits melainkan aku telah mengamalkannya. Sehingga suatu ketika aku mendengar hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hijamah (bekam) dan memberikan upah kepada ahli bekam (Abu Thaybah) satu dinar, maka aku melakukan hijamah dan memberikan kepada ahli bekam satu dinar pula.” (Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam Manaqib Ahmad, hal: 232)
3. Senantiasa mengingat dan mengulang-ulang ilmu
Ali bin Abi Thalib berkata, “Ingat-ingatlah (ilmu) hadits. Sungguh jika kalian tidak melakukannya maka ilmu akan hilang.” (Al-Muhadditsul Fashil karya Ar-Ramahurmuzi hal: 545)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Mengulang-ulang ilmu di sebagian malam lebih aku cintai daripada menghidupkan malam (dengan shalat malam) (Sunan Ad-Darimi; 1: 82 dan 149)
Az-Zuhri berkata, “Gangguan ilmu adalah lupa dan sedikitnya muraja’ah (mengulang-ulang).” (Sunan Ad-Darimi, 1: 150)
Saudaraku… Kita perlu mengingat kembali sebuah hadits yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menggambarkan bagaimana Allah akan mencabut ilmu dari kehidupan dunia ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan merenggutnya dari para manusia, namun ilmu itu dicabut dengan diwafatkannya para ulama. Sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang ‘alim, maka manusia akan menjadikan para pembesar mereka dari kalangan orang-orang bodoh yang ditanya (tentang agama) lantas orang-orang bodoh itu berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Al-Bukhari: 1: 174-175, Muslim no: 2673, At-Tirmidzi 2652)

Dalam hadits yang lain, beliau bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, kebodohan semakin merajalela, zina nampak di mana-mana, khamr diminum, kaum pria menjadi sedikit dan kaum wanita menjadi lebih banyak….” (Shahih dengan beberapa jalannya, Al-Bukhari juga meriwayatkannya dalam Sahih: kitab “nikah” dari hadits Hafsh bin Umar dan kitab “ilmu”, demikian pula halnya Muslim dalam Shahih-nya: 4: 256, dan selain mereka)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Sungguh keberadaan agama Islam dan keberlangsungan dunia ini adalah dengan keberadaan ilmu agama, dengan hilangnya ilmu akan rusaklah dunia dan agama. Maka kokohnya agama dan dunia hanyalah dengan kekokohan ilmu.” (Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 500)
Al-Auza’i berkata bahwa Ibnu Syihab Az-Zuhri menyatakan, “Berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan. Sementara ilmu diangkat dengan cepat. Kekokohan ilmu adalah keteguhan bagi agama dan dunia. Hilangnya ilmu adalah kehancuran bagi itu semua.” (Riwayat Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud 817, dan Ibnu ‘Abdil Bar dalam Al-Jami’ 1018)
Saudaraku…
Yakinlah bahwa di antara kunci kebahagiaan dunia dan akherat adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Itulah yang akan menumbuhkan khasyyah dan sikap takut kepada Allah, merasa diawasi sehingga waspada terhadap semua ancaman Allah. Semua itu tidaklah didapatkan kecuali dengan ilmu syar’i. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya hanyalah para ulama yang memiliki khasyyah kepada Allah.” (QS. Fathir: 28)
Ath-Thabari berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah, menjaga diri dari adzab dengan menjalankan ketaatan kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu. Mereka mengetahui bahwa Allah Maha Mampu melakukan segala sesuatu, maka mereka menghindar dari kemaksiatan yang akan menyebabkan murka dan adzab Allah…” (Lihat Tafsir Ath-Thabari QS Fathir; ayat: 28)
‘Abdullah bin Mas’ud dan Masruq berkata, “Cukuplah ilmu membuat seseorang takut kepada Allah, dan sebaliknya kebodohan menyebabkan seseorang lalai dari mengenal Allah.”
Al-Baghawi menyebutkan bahwa seseorang memanggil dan berkata kepada Sya’bi, “Wahai ‘aalim berfatwalah.” Sya’bi menjawab, “Sesungguhnya seorang ‘alim adalah yang memiliki khasyyah (rasa takut) kepada Allah.” (Riwayat Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud hal: 15, dan Ahmad dalam Az-Zuhud hal: 858 dan Lihat Tafsir Al-Baghawi QS Fathir; ayat: 28)
Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsir dari Surat Al-Faaathir ayat 28, “Ayat ini adalah dalil keutamaan ilmu, karena ilmu akan menumbuhkan sikap khasyyah (takut) kepada Allah. Orang yang takut kepada Allah adalah orang yang akan mendapatkan kemuliaan Allah sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah. Itu hanya bagi orang-orang yang memiliki khasyyah kepadaNya.” (Lihat Tafsir As-Sa’di QS Fathir, ayat: 28)
Dengan ilmu kita dapat menumbuhkan sikap khasyyah kepada Allah dan itulah muraqabah yang akan membimbing langkah-langkah kita menuju ridha Allah.
Sufyan berkata, “Barangsiapa yang berharap (kebahagiaan) dunia dan akherat, hendaklah ia menuntut ilmu syar’i.”
An-Nadhr bin Syumail berkata, “Barangsiapa yang ingin dimuliakan di dunia dan akherat, hendaklah ia menuntut ilmu syar’i. Cukuplah menjadi kebahagiaan bagi dirinya jika ia dipercaya dalam perkara agama Allah, serta menjadi perantara antara seorang hamba dengan Allah.” (Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 503-504)
Mu’adz bin Jabal berkata, “Pelajarilah ilmu syar’i karena mempelajarinya di jalan Allah adalah khasyyah, memperdalamnya adalah ibadah, mengulang-ulangnya adalah tasbih (memuji Allah), membahas (permasalahan-permasalahannya) adalah jihad, mengajarkannya kepada yang belum mengetahuinya adalah shadaqah, dengan ilmulah Allah diketahui dan disembah, dengannya Allah diesakan dalam tauhid, dan dengannya pula diketahui yang halal dan yang haram…” (Hilayatul Auliya karya Abu Nu’aim 1: 239, Al-Ajmi’ oleh Ibnu ‘Abdil Bar 1: 65)
Seorang penyair berkata:
Ilmu adalah harta dan tabungan yang tak akan habis… Sebaik-baik teman yang bersahabat adalah ilmu…
Terkadang seseorang mengumpulkan harta kemudian kehilangannya… Tidak seberapa namun meninggalkan kehinaan dan perseteruan… Adapun penuntut ilmu, ia selalu membuat iri (ghibthah) banyak orang… Namun dirinya tidak pernah merasa takut akan kehilangannya… Wahai para penuntut ilmu, betapa berharga hartamu itu… yang tak dapat dibandingkan dengan emas ataupun mutiara….. (Diterjemahkan dari Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 507)
Karenanya, Luqman berwasiat kepada putranya, “Wahai anakku, duduklah bersama para ulama, dekatilah mereka dengan kedua lututmu. Sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan pelita “hikmah” sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang gersang dengan air hujan.” (Riwayat Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ 2: 1002). Hikmah yang beliau maksud adalah yang Allah sebutkan dalam firmanNya (QS Al-Baqarah: 269) yang artinya, “Allah menganugerahkan “hikmah” kepada yang Allah kehendaki, barangsiapa telah diberikan hikmah maka ia telah diberikan banyak kebaikan…” Qutaibah dan Jumhur ulama berkata “hikmah adalah mengetahui yang haq dengan sebenarnya serta mengamalkannya. Itulah ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.” (Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: 1: 227)
Imam Ahmad berkata, “Manusia lebih membutuhkan ilmu dibandingkan makan dan minum, karena makanan dan minuman dibutuhkan manusia satu atau dua kali dalam satu hari. Akan tetapi, ilmu senantiasa dibutuhkan seorang manusia setiap saat (selama nafasnya berhembus)”…(Thabaqat Al-Hanabilah; 1: 146)
Saudaraku, Belum Terlambat dan Tidak Ada Kata Malu
‘Aisyah berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalangi oleh rasa malu untuk mempelajari semua perkara agama ini.”
Mujahid juga berkata, “Seorang pemalu atau sombong tidaklah dapat menuntut ilmu. Yang satu terhalangi dari menuntut ilmu oleh rasa malunya. Sementara yang satu lagi terhalangi oleh kesombongannya.” (Al-Bukhari menyebutkannya secar mu’allaq dalam Shahih-nya 1: 229)
Mari bersama-sama kita membangkitkan semangat menuntut ilmu syar’i agar dengannya kita mendapatkan pelita nan bercahaya, menerangi setiap amalan hidup kita, membimbing setiap pola pikir dan langkah kita, memperbaiki setiap niat hati kita, membuat kita senantiasa takut karena merasa diawasi oleh Allah. Jika ilmu itu telah sampai maka jangan kita melupakannya dan mari kita berlomba untuk mengamalkannya.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Ilmu membisikkan pemiliknya untuk diamalkan. Jika ia menjawab panggilan bisikan itu, maka ilmu akan tetap ada. Namun jika ia tidak menjawab panggilan itu, maka ilmu akan pergi.” (Iqtidhaul ‘Ilmil amal karya Al-Khathib: hal 41)
Semoga Allah melimpahkan taufiqNya kepada kita untuk ikhlas dalam menuntut ilmu, beramal dan berdakwah di jalan-Nya. Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia serta akherat dengan ilmu, amin…

Kamis, 28 Oktober 2010

Perjuangan Orang Tua dengan ke 13 Anaknya


Perjuangan Orang Tua dengan ke 13 Anaknya

            Dari struktur bangunan rumahnya bisa terlihat dengan jelas bagaimana kehidupan keluarga yang telah dikaruniai Allah tiga belas orang anak tersebut. Halaman rumah yang begitu luas dengan dihiasi beraneka ragam bunga yang harumnya selalu membuat orang yang menciumnya akan mampir dan singgah meski barang sejenak ke rumah yang sederhana nan megah tersebut. Tidak cuma itu saja, rumah yang menghadap ke utara tersebut bagian sisi kanannya dipadati dan dipenuhi dengan tumbuh–tumbuhan serta pepohonan yang rindang, ditambah sepoi–sepoinya angin yang semilir membuat udara semakin sejuk nan menyegarkan serta menambah keasrian komplek Pondok Pesantren Maskumambang tersebut.
Pondok ini terletak di kota Gresik yang terkenal dengan kota santri ini - karena memang kalau kita pergi kesana kita akan dapati berpuluh-puluh pondok pesantren tersebar di kota itu - terkenal dengan makanan pudaknya. Menurut historis, perkembangan Islam dimulai dari daerah pesisir yang dalam hal ini kota Gresik, Surabaya, Tuban mewakili provinsi Jawa Timur. Setelah kita telaah lebih lanjut memang banyak peninggalan bersejarah yang menunjukkan bahwa Islam telah tersebar dikota Gresik tersebut. Ada makamnya Sunan Maulana Malik Ibrahim. Makam Sunan Giri juga berada ditengah–tengah kota yang indah nan asri tersebut. Belum lagi ada makamnya seorang wanita yang menurut sejarah makam tersebut lebih mendahului para wali–wali tersebut. Maimunah binti Maimun, begitulah orang akrab mengunjungi makam yang berada di kecamatan Manyar itu. Berkat perjuangan para ulama–ulama tempo dulu akhirnya kita bisa menikmati dan merasakan manisnya pondok pesantren dan diantaranya pondok yang masih eksis tersebut adalah Pondok Pesantren Maskumambang.
Meski usia yang disandangnya kini tidak sebentar, kurang lebih dua abad pondok ini membimbing dan memberikan sumbangsih yang sangat berarti terhadap umat Islam di seluruh pelosok nusantara, pondok yang terletak di desa Sambungan Kidul tersebut masih kokoh berdiri siap menghadang arus globalisasi dan modernisasi yang setiap saat bisa menghanyutkan generasi – generasi yang terlena oleh godaannya.
Dari perawakannya bapak dari tiga belas anak tersebut yang sering dan akrab dipanggil dengan Ustadz Marzuki bisa diketahui bahwa beliau masih mempunyai darah–darah kekyaian. Dan memang benar halnya, bapak beliau yang bernama Kyai Haji Amar adalah putra dari Kyai Faqih, yang mana Kyai Faqih ini adalah putra dari pendiri Pon. Pes. Maskumambang yang bernama Kyai  Haji Abdul Jabbar. Dan setelah ditelusuri lebih jauh lagi pendiri pondok pesantren ini masih mempunyai keturunan darah biru. Beliau masih mempunyai silsilah sampai ke Jaka Tingkir. Sultan Kerajaan Pajang yang terkenal di sejarah kebudayaan Islam tersebut yang lebih akrab dengan sebutan Karebet.
Meskipun beliau saat ini bukan pemangku pondok pesantren beliau sangat terpandang di mata masyarakat. Karena yang memegang peranan pimpinan pondok sekarang adalah kakak ipar beliau yang dilahirkan dari keluarga kekyaian yang berasal dari daerah yang tidak berjauhan dari lokasi pondok pesantren tersebut.
Aktifitas Ustadz Marzukipun sangat padat, selain berdakwah dengan mengajar sebagai seorang guru di pondok pesantren itu, beliau juga aktif mengisi pengajian–pengajian di kampung–kampung sebelah. Tidak Cuma itu saja karena beliau punya karismatik, beliau juga sering diundang ke berbagai walimah, khususnya walimah pernikahan. Dengan penyampaian khutbah yang padat dengan nasehat–nasehat untuk kedua mempelai juga syarat dengan ilmu hati atau yang sering anda dengar dengan istilah menejemen qolbu.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari–harinya beliau tidak hanya menumpukan harapannya dengan bergelut di bidang pendidikan dan dakwah, tentu ini tidak akan mencukupi. Karena anda telah mengetahui berapa sih gaji di madrasah swasta? Anda juga bisa mengetahui seberapa tebal sih amplop yang diberikan kepada beliau sewaktu beliau mengisi ta’lim? Maka untuk menutupi kebutuhan keluarga beliaupun bergerak di bidang wirausaha yang sudah lama beliau geluti. Bermula dari kesenangan, bakat dan hobi sewaktu kecil beliau bisa merawat wirausaha tersebut. Karena sejak kecil beliau sangat senang merawat binatang seperti burung dan sejenisnya.
Maka ketika kita menoleh kebelakang rumah beliau, anda jangan kaget jika akan menemukan Kebun Binatang Ragunan Jakarta pindah kesana meski dengan lokasi yang lebih sempit, tetapi berbagai macam satwa terdapat di sana khususnya unggas. Anda akan menemukan berbagai macam unggas, karena setiap unggas mempunyai jenis yang berbeda. Unggas ayam contohnya, beliau mempunyai lebih dari lima jenis ayam. Anda akan menemukan ayam bangkok (ayam yang terkenal sebagai tukang pukul dan jago kelahi). Bukan berarti beliau senang dan gemar sabung ayam, tidak sekali lagi tidak karena sabung ayam hukumnya haram karena sama saja dengan menyiksa hewan tersebut. Ada juga ayam kate (ayam yang dengan postur tubuh yang relatif lebik kerdil dibandingkan dengan ayam – ayam lainnya), ada ayam cemani (ayam yang mempunyai karakteristik warna hitam yang selalu melekat di kulit serta bulunya itu, yang memang agak kelihatan serem bagi yang melihatnya), ayam pelong (ayam yang mempunyai ciri khas kokoknya yang sangat panjang nan indah ditambah postur tubuh yang tinggi tegap menghadap kedepan membuat ayam tersebut lebih kelihatan terhormat), ayam kapas (yang bulunya mirip kapas yang sangat tipis dan ringan), beliau juga pernah memelihara ayam kampung, ayam arab, ayam potong meski jumlahnya tidak banyak tetapi yang penting bisa membuat semarak dan ramainya kandang–kandang di belakang rumah beliau tersebut.
Selain unggas ayam beliau juga merawat bebek, itik, angsa bahkan kelinci. Beliau juga tidak ketinggalan merawat dan mengembangkan satwa burung yang sudah lama menjadi hobi beliau, maka anda bisa mendapati burung merpati dengan berbagai jenisnya. Untuk meramaikan suasana beliau juga merawat burung–burung berkicau akan tetapi tidak di komersialkan. Ada burung parkit dan nuri yang selalu menghiasi halaman depan rumah beliau, burung kutilang dan burung perkutut juga yang selalu menunjukkan gigi mereka ketika pagi hari. Anda bisa bayangkan bagaimana ramainya suasana peternakan beliau ketika dingin pagi menusuk tulang.
Tidak cukup itu saja, beliau juga berternak kambing yang cukup lama beliau kelola. Meskipun kapasitasnya tidak banyak-kurang lebih empat puluh ekor kambing yang selalu akrab menyapa beliau ketika pagi hari-akan tetapi lumayan untuk tambahan income setiap hari. Dari kambing yang gemuk–gemuk tersebut beliau biasanya bisa menghasilkan sepuluh sampai dua belas botol besar susu kambing. Jam tiga dini hari biasanya beliau memulai aktifitas memerah susu kambing tersebut.  Ketika orang-orang masih terlelap dalam tidurnya, beliau sudah mensingsingkan lengan bajunya untuk aktifitas yang sangat mulia ini, beliau tidak menghiraukan dinginnya angin yang menusuk tulang, beliau tidak hiraukan keinginan mata yang mengajaknya bertamasya keranjang yang empuk, demi untuk mencukupi kebutuhan sehari–hari keluarganya, agar merekapun tidak kelaparan dan meminta-minta beliau sedia melakukan semua. Setelah selesai memerah susu–susu kambing tersebut beliaupun khusyu’ melakukan shalat tahajjud yang selalu beliau kerjakan di waktu sepertiga akhir malam tersebut dengan bermunajat kepada Allah agar selalu dilimpahkan kepadanya keberkahan atas karunia yang telah dianugerahkan kepadanya.
Harga susu kambing tadi pun terjangkau. Harga per botol berkisar Rp. 3.500,- – Rp. 5.000,-. Biasanya botol–botol susu tersebut dikirim dan diantar ke warung–warung kopi yang bertengger di tepian jalan. Ada sekitar tiga sampai empat warung kopi yang berlangganan susu kambing tersebut. Karena disamping ekonomis dan higenis susu kambing sangat baik untuk dikonsumsi. baik untuk kesehatan tubuh, telah terbukti secara riset klinis bahwa susu kambing banyak mengandung vitamin dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. Maka tidak heran banyak para tetangga sebelah yang sering pesan susu kambing ke beliau karena memang mereka sudah merasakan khasiatnya.
Istri beliaupun selalu setia mendampingi beliau dalam menghadapi semua polemik kehidupan yang selalu merintangi dan menghalangi beliau berdua, istri beliau juga begitu tekun dan sabar mendidik putra–putrinya dengan kasih sayang seorang ibu, maka nanti bisa dilihat bagaimana prestasi anak–anaknya kedepan. Dengan berbekal kesabaran dan tawakkal kepada Allah swt merekapun bisa melewati semua rintangan yang menghadang, onak duripun mereka lalui dengan mudah.
Terkadang akal tidak mampu melogika. Bapak dari ke13 anak ini mampu dan berhasil menyekolahkan mereka. Tiga orang anaknya sudah mendapat gelar S-1. Beliau berhasil mengantarkan mereka ke jenjang perguruan tinggi. Bukan perguruan tinggi lokal yang mereka masuki akan tetapi perguruan tinggi faforit yang berada di ibu kota Jakarta yang menjadi jantungnya Indonesia tersebut. Perguruan tinggi mereka ini satu–satunya perguruan tinggi di Asia Tenggara yang sekarang kapasitas mahasiswa/inya  mencapai  kurang lebih 1200 mahasiswa. Dengan standar kompetensi bahasa arab yang diakui oleh pemerintah Indonesia, LIPIA begitu orang–orang akrab menjuluki kampus yang telah berdiri semenjak tahun 1980 yang lalu. Tidak diragukan lagi kemampuan bahasa arab mahasiswanya.
Dua putra beliau sudah mendapat gelar Lc. (Lisence, sederajat dengan S1) dari kampus yang mempunyai kepanjangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab tersebut. Dan insya Allah tahun 2010 depan ada putra beliau yang lain juga termasuk teman akrab penulis menyusul kakak–kakaknya mendapatkan gelar Lc. tersebut. Tidak cukup di LIPIA saja putra–putri beliau melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi, ada yang pernah kuliah di Al-Qudwah yang berada di kota Depok, ada juga yang pernah merasakan kuliah di Al-Hikmah Jakarta, dan ada juga yang pernah mengenyam bangku kuliah di salah satu perguruan tinggi Muhammadiyah di kota Sidoarjo - kota yang terkena bencana Lumpur dua tahun yang lalu - menjadi saksi sejarah atas apa yang dilakukan oleh keturunan kyai tersebut.
Bahkan ada salah satu putra beliau yang pernah menginjakkan kakinya di negeri padang pasir Arab Saudi. Di kota Madinah di mana Rasulullah SAW. dimakamkan di situlah beliau melanjutkan studynya, dengan mengambil jurusan hadist yang beliau tempuh dalam waktu empat tahun dengan hasil akhir yang begitu memuaskan, disamping beliau bisa kuliah gratis disana beliau juga bisa menunaikan ibadah haji. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut beliau juga sempat menghajikan keluarga–keluarga beliau yang belum bisa mengunjungi kota suci tersebut.
Prestasi putra–putra beliau tidak cukup di situ saja, bahkan bulan kemarin putra–putra sulung beliau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di daerah Jawa Timur khususnya di kota Malang dan Surabaya. Meskipun belum ada kejelasan tentang keberhasilan kedua putra tersebut untuk mengemban amanah di pundak–pundak mereka berdua akan tetapi ini sebuah prestasi yang sangat dibanggakan oleh orang tua yang hidup sederhana. Putra–putra sulung beliau juga melanjutkan studi mereka di program Magister. Salah satu dari putra sulungnya tadi diamanahi menjadi mudir (rektor) di sebuah institut bahasa arab di kota Malang. Sedangkan saudara–saudaranya yang lain menjadi dosen di salah satu institut bahasa arab di Surabaya yang bernama Ma’had Umar bin Khattab dan perguruan tinggi Muhammadiyah di kota Sidoarjo.
Jika dilihat dari perekonomian yang beliau gerakkan dan yang beliau putarkan terus saat ini, menurut akal yang sehat beliau akan kesulitan untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Haji sebagai idaman setiap seorang muslim, tidak semua orang muslim yang kaya bisa kesampaian pergi kesana, karena banyak kita dapati orang yang berkecukupan berlomba–lomba untuk melaksanakannya akan tetapi banyak dari mereka yang impiannya belum kesampaian.
Biaya haji yang tiap tahun kian tinggi melejit kelangit sementara  kekuatan rupiah kian hari kian melemah membuat orang–orang muslim di Indonesia dari tingkat menengah ke bawah merasa keberatan dan kesulitan untuk menunaikan ibadah yang sarat dengan berbagai macam bentuk ibadah di dalamnya. Dan jika mereka bisa melaksanakannya mereka terlebih dulu menunggu 3 sampai 4 tahun kedepan.
            Memang karunia Allah SWT. itu diberikan kepada hamba–hamba-Nya yang Ia kehendaki. Suatu ketika beliau ditawari oleh seseorang yang masih mempunyai hubungan kerabat dari pihak istri beliau yang menjabat sebagai Bupati kota Gresik tersebut. Beliau ditawari untuk menunaikan haji secara gratis alias cuma Cuma. Siapa sih yang tidak mau ditawari kesempatan emas tersebut?. Sebelumnya ada seseorang yang ditawari untuk bisa menunaikan haji, akan tetapi dikarenakan suatu sebab maka orang tersebut mengundurkan diri, dan akhirnya dengan izin Allah swt bapak dari 13 orang anak ini pun memenuhi ajakan tersebut dan akhirnya bisa melaksanakan ibadah haji yang selama ini beliau impikan dan beliau cita–citakan.
            Ketika sampai Masjidil Haram beliaupun mengucurkan air mata, rasa haru yang diiringi syahdu dan khusyu’ berpadu menjadi satu, masjid yang memiliki keutamaan yang luar biasa tersebut sebagaimana yang bijelaskan di hadits–hadits bahwa “satu rakaat yang Anda kerjakan itu berimbang dengan 100.000 raka’at yang Anda kerjakan di masjid–masjid selainnya” membuat beliau bisa melaksanakan ibadah haji dengan khusyu’. Ketika di sanapun beliau bertemu dengan putra beliau yang masih duduk di bangku kuliah di kota Madinah. Rasa senang yang bercampur syahdu menjadi satu. Betapa senangnya seorang bapak bisa menunaikan ibadah haji dengan cuma–cuma kemudian dipertemukan Allah dengan anak beliau yang kuliah di negeri yang di penuhi dengan pasir ini. Mudah–mudahan Allah SWT. menerima kebaikan beliau semua. Amiiin.



Di tulis oleh: Saifuddin Yahya


تربية الأولاد في الإسلام


تربية الأولاد في الإسلام
إعداد
 الطالب : سفيان الهادي اللومبوكي
المستوى :  السابع

المقدمة
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله . وصلى الله على نبينا محمد بن عبد الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
      فإن من المسائل المهمة ينبغي  أن يهتم بها الطلاب والطالبات اهتماما كبيرا هي ماتتعلق بإعداد الجيل وتكوينهم وتربيتهم تربية حسنة .
 ذلك لأن أساس بناء المجتمع المسلم يبتدئ بداية أوليا من إصلاح الفرد ثم تكوين الأسرة المسلمة التي تتمثل فيها معالم الإسلام من أخلاق ومعاملة ومجاهدة كما تتزين جوانبها بنور الإيمان وزهرة التقى. ففي هذه المقالة المتواضعة أود أن أعرض بعض الأفكار المتعلقة بتربية الأولاد .

أهمية الموضوع
      إن من المعلوم عند جميع من يهتم بشأن الأمة وقضاياها أن قضية الشباب والفتيات من أعظم ما يواجهه الأمة وأخطرها، وذلك لأنهم هم الذين سوف يواصلون قيادة مستقبلها ويملأها بما يناسبها من أعمال و إنجازات. فهم عنصر التغيير الذين سوف يلونون صفحة بيضاء من هذه الحياة. ولولم يعد هذه الفئة من الأمة منذ صباهم لفاتت منها مناسبة نفيسة لا يأتي إليها مرة ثانية.
فمن هنا أعني أن تربية الأولاد لها أهمة كبيرة ، منها يعرف الأب أبناءهم ربهم وخالقهم كما يبدأ فيها حب نبيه صلى الله عليه وسلم ويمارسهم جميع ما يمكن إقتداؤه من سنته حتى يترسخ في أذهانهم فيصبح عادات تعودبها بدون أي صعوبة ، مثل نشر السلام، والصلاة في الجماعة وصيام النافلة وهلم جرا.
 
المبحث الأول: تعويد الطفل بعض الأعمال الواجبة
      فلو تأملنا أن الفترة التي يمكن الأبوان تهيأة أبناءهم حتى يتمكنوا من قبول التكاليف هي ما بين عشر إلى ثلاثة عشر سنة. فلذلك يضطر كل والد أن يبذل عنايتهم في إعداد أبناءهم قبل بلوغهم وبيان ذلك على النحو التالي:
v               يجب تعليم الصبي والبنت الصلاة في الصغر ليلتزماها عند الكبر لقوله صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح : « علموا أولادكم الصلاة إذا بلغوا سبعا ، واضربوهم عليها إذا بلغوا عشراً ، وفرقوا بينهم في المضاجع » " صحيح رواه أحمد " .
والتعليم يكون بالوضوء والصلاة أمامهم ، والذهاب بهم إلى المسجد وترغيبهم بكتاب فيه كيفية الصلاة لتتعلم الأسرة كلها أحكام الصلاة ، وهذا مطلوب من المعلم والأبوين ، وكل تقصير سيسألهم الله عنه .
v               تعليم الأولاد القرآن الكريم ، فنبدأ بسورة الفاتحة والسور القصيرة ، وأن نخصص لهم معلماً للتجويد وحفظ القرآن والحديث . . .
v               تشجيع الأولاد على صلاة الجمعة والجماعة في المسجد وراء الرجال ، ولابد من التلطف في النصيحة لهم إذا أخطأوا ، فلا نزعجهم ولا نصرخ بهم ، حتى لا يتركوا الصلاة ، ونأثم بعد ذلك .

المبحث الثاني: التحذير من المحرمات
      مما لا بد منه بعد أن يتعود الطفل على أداء أنواع الواجبات أن تعرف الأم على أبنائها ما لا يجوز عليهم من المحرمات  ويجب الحذر منها. وذلك مثل التالي:
v               تحذير الأولاد من الشرك  والسب واللعن والكلام البذيء وإفهامهم بلطف ولين  أن الشرك حرام ، يسبب الخسران  في الدنيا والآخرة وهو سبب دخول النار والخلود فيها ودخول النار .
 وكذلك  علينا أن نحفظ ألسنتنا أمامهم لنكون قدوة حسنة لهم .
v               تحذير الأولاد من الميسر بأنواعه كاليانصيب ، والطاولة ، وغيرها ولو كان للتسلية ، لأنها تجر إلى القمار ، وتورث العداوة بينهم ، وأنها خسارة لهم ولأموالهم ولأوقاتهم ، وضياع الصلوات .
v               منع الأولاد من قراءة المجلات الخليعة ، والصور المكشوفة ، والقصص البوليسية والجنسية ، ومنعهم من أمثال هذه الأفلام في السينما والتلفزيون لضررها على أخلاقهم ومستقبلهم .
v               تحذير الأولاد من التدخين وإفهامهم أن الأطباء أجمعوا على أنه يضر الجسم ويورث السرطان ، وينخر الأسنان ، كريه الرائحة ، معطل للصدر ، ليست له فائدة ، فيحرم شربه وبيعه . وتوجيههم بأكل الفواكه والحلاوى عوضا عنه .
v               تعويد الأولاد على الصدق في القول والعمل ، وأن لا نكذب عليهم حتى ولو في المزاح ، وإذا وعدناهم فلنوف بوعدنا . كما في الحديث « آية المنافق ثلاث : إذا حدّث كذب ، وإذا وعد أخلف ، وإذا اؤتمن خان » متفق عليه " .
v               أن لا نطعم ونكسو أولادنا من المال الحرام كالرشوة والربا والسرقة وكذلك الغش لأنها سبب لشقائهم وتمردهم وعصيانهم .
v               عدم الدعاء على الأولاد بالهلاك والغضب لأن دعاء الوالدين قد يستجاب خيرا كان أوشرا ، وربما يزيدهم ضلالاً ، والأفضل أن نقول للولد : اتق الله أو هداك الله أو أصلحك الله .
v               التحذير من الشرك بالله : وهو دعاء غير الله من الأموات ، وطلب المعونة منهم ، فهم عباد لا يملكون ضّرًا ولا نفعاً ، قال الله تعالى : { وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ } ( أي المشركين ) " سورة يونس " آية 106 .

المبحث الثالث : الستر والحجاب
      إن مسألة الحجاب من أثقل ما يعانيها المجتمع المسلم، فمن أبرز أسبابها ، عدم تعويد البنات لبس الحجاب الشرعي منذ صغرهن. فسوف نعرض بعض الأمور التي يمكن أن يكون مخرجا للأبوين تجاه بناتهم:
1 - ترغيب البنت في الستر منذ الصغر حتى تلتزمه عند الكبر ، فلا نلبسها القصير والضيق من الثياب ، وعلينا أن نأمرها بوضع منديل ( غطاء ) على رأسها منذ السابعة من عمرها ، وبتغطية وجهها عند البلوغ ، وباللباس الأسود الساتر الطويل الفضفاض الذي يحفظ شرفها كما قال تعالى في القرآن الكريم ينادي المؤمنات جميعا بالحجاب فيقول : { يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ } سورة الأحزاب آية 59 .
ونهى الله المؤمنات عن التبرج والسفور فيقول : { وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى } " سورة الأحزاب " آية 33
2 - تعويد الأولاد أن يلتزم كل جنس بلباسهم الخاص ، ليتميزوا عن الجنس الآخر ، وأن يبتعدوا عن لباس الأجانب كالبنطال الضيق ، وغير ذلك من العادات الضارة .
 ففي الحديث الصحيح : « لعن النبي صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء ، والمتشبهات من النساء بالرجال ، ولعن المخنثين من الرجال ، والمترجِّلاتِ من النساء » " رواه البخاري " .
وقال صلى الله عليه وسلم : « من تشبه بقوم فهو منهم » " صحيح رواه أبو داود " .
المبحث الخامس: الأخلاق والآداب
من الأمور التي لا بدا لكل والد مراءتها تجاه أبناءهم هي ما يتعلق بالسلوك والأخلاق، ذلك لأن الأخلاق هي مرآة المجتمع فإن صلحت صلح وغن وإذا فسدت فسد. فسنذكر بعض الأخلاق التيتتعلق بتربية الأولاد.
1 - تعويّد الطفل على استعمال اليد اليمنى في الأخذ والإعطاء والأكل والشرب ، والكتابة والضيافة ، وتعليمه التسمية قبل كل عمل ، خصوصاً الطعام والشراب وأن يكون قاعداً ، وأن يقول : الحمد لله عند الانتهاء .
2 - تعويد الأولد على النظافة ، فيقص أظافرهم ، ويغسل أيديهم قبل الطعام وبعده ، وتعليمهم الاستنجاء وأخذ الورق بعد البول ليمسحه أو الغسل بالماء لتصح صلاتهم ، ولا ينجس لباسهم .
3 - أن نجعل لكل يولد فراشا مستقلا إذا أمكن وإلا فلحافا مستقلا ، والأفضل تخصيص غرفة للبنات ، وغرفة للبنين ، وذلك حفظالأخلاقهم.
4- التحذير من رفاق السوء ومراقبتهم من الوقوف في الشوارع . 5- التسليم على الأولاد في البيت والشارع والفصل بلفظ " السلام عليكم ورحمة الله وبركاته " .
6- توصية الولد بالإحسان إلى الجيران وعدم إيذائهم .
7- تعويد الولد إكرام الضيف واحترامه وتقديم الضيافة له .
المبحث السادس: الجهاد والشجاعة
وآخر ما سنذكرها من مبادئ تربية الأولاد ما يتعلق بالجهاد وروح الجاعة التي لا بدا من غرسها في نفوس الأبناء ذلك لأن الجهاد هو ذروة سنام المسلم.
1 - يفضل تخصيص جلسة للأسرة ، وللتلاميذ يقرأ فيها المعلم كتابا في سيرة الرسول صلى الله عليه وسلم وسيرة أصحابه ، ليعلموا أنه القائد الشجاع ، وأن صحابته كأبي بكر وعمر وعثمان وعلي ومعاوية فتحوا بلادنا ، وكانوا سببا في هدايتنا ، وانتصروا بسبب إيمانهم وقتالهم وعملهم بالقرآن والسنة ، وأخلاقهم العالية .
2 - تربية الأولاد على الشجاعة ، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وأن لا يخافوا إلا الله ، ولا يجوز تخويفهم بالأكاذيب والأوهام والظلام .
3 - أن نغرس في الأولاد حب الانتقام من اليهود والظالمين وأن شبابنا سيحررون فلسطين والقدس حينما يرجعون إلى تعاليم الإسلام والجهاد في سبيل الله وسينتصرون بإذن الله .
4 - شراء قصص تربوية نافعة إسلامية مثل : سلسلة قصص القرآن الكريم والسيرة النبوية وأبطال الصحابة والشجعان من المسلمين مثل كتاب :
1 - الشمائل المحمدية والأخلاق النبوية والآداب الإسلامية .
2 - العقيدة الإسلامية من الكتاب والسنة الصحيحة .
3 - من بدائع القصص النبوي الصحيح
الخاتمة
      هذا ما يمكن أن نقدمها وإن للأمهات دورا عظيما في إعداد مجتمع جديد متميز ، ذلك لأنهن المدرسة الأولى للأولاد ، فيأخذ منهن  جميع أنواع التصرفات مهما كان.
 يقول أمير الشعراء أحمد شوقي :
      الأم مدرسة إذا أعددتها       أعددت شعبا طيب الأعراق
      فإن احسنت تربيتهم أحسنوا   وإن أساءت أساؤوا.
والله تعالى أعلم .