شكرا على نزولكم و حضوركم في هذا الموقع

Sabtu, 13 November 2010

INGIN SELAMAT..?

PIJAKAN SEORANG MUSLIM DI TENGAH GELOMBANG FITNAH

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an Al-Karim, yang artinya :
"Takutlah kalian kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zholim diantara kalian secara khusus". (QS. Al-Anfal : 25).
Ayat ini merupakan pokok penjelasan dalam fitnah. Karena itu Imam Al-Bukhary dalam shohihnya memulai Kitabul Fitan (kitab Penjelasan fitnah-fitnah) dengan penyebutan ayat ini.
Firman Allah Ta'ala : "Takutlah kalian kepada fitnah..." ini menunjukkan wajibnya atas seorang muslim untuk berhati-hati menghadapi fitnah dan menjauhinya dan tentunya seseorang tidak bisa menjauhi fitnah itu kecuali dengan mengetahui dua perkara :
1) Apa-apa saja yang dianggap fitnah di dalam syari'at Islam.
2) Pijakan, cara atau langkah dalam meredam atau menjauhi fitnah tersebut.
Kemudian Ibnu Katsir -rahimahullahu- dalam menafsirkan ayat ini, beliau berkata : "Ayat ini walaupun merupakan pembicaraan yang ditujukan kepada para shahabat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam, akan tetapi ayat ini berlaku umum pada setiap muslim karena Nabi shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam mentahdzir (memperingatkan) dari fitnah".
Kalimat fitnah dalam konteks ayat, datang dalam bentuk nakirah sehingga mempunyai makna yang umum menyangkut segala sesuatu yang merupakan fitnah bagi manusia.
Imam Al-Alusy ketika menafsirkan kalimat fitnah dalam ayat ini, beliau berkata : "Fitnah ditafsirkan (oleh para 'ulama salaf) dengan beberapa perkara, diantaranya Mudahanah dalam amar ma'ruf dan nahi mungkar, dan diantaranya perselisihan dan perpecahan, dan diantaranya meninggalkan pengingkaran terhadap bid'ah-bid'ah yang muncul dan lain-lainnya" . Kemudian beliau berkata : "Setiap makna tergantung dari konsekwensi keadaannya".
Dan dikatakan di dalam ayat "takutlah kalian ..." ini menunjukkan bahwa fitnah itu buta dan tuli tidak pandang bulu dan dapat menimpa siapa saja. Berkata Imam Asy-Syaukany dalam tafsirnya : "Yaitu takutlah kalian kepada fitnah yang melampaui orang-orang yang zholim sehingga menimpa orang sholih dan orang tholih (tidak sholih) dan timpahan fitnah itu tidak khusus bagi orang yang langsung berbuat kezholiman tersebut di antara kalian".
Defenisi Fitnah
Fitnah dalam syari'at Islam mempunyai beberapa makna :
1. Bermakna syirik
Seperti dalam firman Allah Ta'ala :
"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah dan sampai agama semuanya untuk Allah". (QS. Al-Baqarah : 93). Yaitu hingga tidak ada lagi kesyirikan.
Dan Allah berfirman : "Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh". (QS. Al-Baqarah : 217).
2. Bermakna siksaan dan azab :
Seperti dalam firman Allah Ta'ala
(Dikatakan kepada mereka) : "Rasakanlah fitnahmu itu. Inilah fitnah yang dahulu kamu minta supaya disegerakan" . (QS. Adz-Dzariyat : 14).
Dan Allah Jalla Jalaluh berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar". (QS. Al-Buruj : 10).
Makna fitnah dalam dua ayat ini adalah siksaan dan azab.
3. Bermakna ujian dan cobaan.
Seperti dalam firman Allah Ta'ala :
"Dan kamii akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (yang sebenar-benarnya) ". (QS. Al-Anbiya`: 35)
Dan Allah Jalla Wa 'Ala menyatakan dalam firman-Nya :
"Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian itu hanyalah merupakan fitnah". (QS. Al-Anfal : 28).
4. Bermakna musibah dan balasan.
Sebagaimana yang ditafsirkan para ulama dalam surah Al Anfal ayat 25 di atas :
"Takutlah kalian kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zholim diantara kalian secara khusus".
Lihat : Mauqiful Mu'min Minal Fitan Karya Syeikh 'Abdul 'Aziz bin Baz dan Mufrodat Al-Qur'an karya Ar-Raghib Al-Ashbahany.
Demikianlah defenisi fitnah, tetapi harus diketahui oleh setiap muslim bahwa fitnah yang ditimpakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala itu mempunyai hikmah dibelakangnya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (QS. Al-Ankabut : 1-3).
Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa kaidah-kaidah pokok yang harus dipegang oleh setiap muslim dalam menghadapi fitnah.
Kaidah Pertama : Pada setiap perselisihan merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman para 'ulama salaf.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. An-Nisa` : 59).
Dan Allah Jalla Tsana`uhu berfirman :
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya) ". (QS. Al-A'raf : 2).
Dan di dalam hadits Abu Hurairah dari Nabi shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
"Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat dibelakang keduanya (yaitu) kitab Allah dan Sunnahku". (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh syeikh Al-Albany dalam Al-Misykah).
Dan dalam surah An-Nisa` : 65, Allah Ta'ala menyatakan :
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya".
Dan ingatlah bahwa menentang Allah dan Rasul-Nya adalah sebab kehinaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina". (QS. Al-Mujadilah : 20).
Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam mengingatkan dalam hadits Ibnu 'Umar:
"Apabila kalian telah berjual beli dengan cara `inah (yaitu menjual barang dengan kredit kepada seseorang kemudian ia kembali membelinya dari orang itu dengan harga kontan lebih murah dari harga kredit tadi-pent( dan kalian telah ridho dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang tidak akan diangkat sampai kalian kembali kepada agama kalain". (HR. Abu Dawud dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah No. 11).
Dan juga Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam mengingatkan dalam hadits beliau :
"Dan telah dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang yang menyelisihi perintahku". (Hadits hasan dari seluruh jalan-jalannya. Dihasankan oleh Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa` no.1269).
Dan ketahuilah bahwa menyelisihi Allah dan Rasul-Nya adalah sebab turunnya musibah dan siksaan dan sebab kehancuran dan kesesatan. Allah Al-Wahid Al-Qohhar menegaskan dalam firman-Nya :
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". (QS. An-Nur : 63).
Dan dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam menyatakan :
"Apa yang saya melarang kalian darinya maka jauhilah hal tersebut dan apa yang saya perintahkan kepada kalian maka laksanakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian hanyalah banyaknya pertanyaan mereka dan penyelisihan mereka terhadap para Nabinya".
Dan Abu Bakr Ash-Shiddiq - radhiyallahu 'anhu- berkata :
"Tidaklah saya meninggalkan sesuatu apapun yang Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'alihi wa sallam mengerjakannya kecuali saya kerjakan karena saya takut kalau saya meninggalkan sesuatu dari perintah beliau saya akan menyimpang". (HSR. Bukhary-Muslim) .
Dan memahami Al-Qur`an dan As-Sunnah harus dengan pemahaman para ulama Salaf. Allah Jalla fii 'ulahu berfirman :
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (QS. An-Nisa` : 115).
Dan dalam hadits yang mutawatir, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
"Sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya".
Dan beliau menyatakan :
"Telah terpecah orang-orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama'ah". Hadits shohih dishohihkan oleh oleh Syeikh Al-Albany dalam Zhilalul Jannah dan Syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain -rahimahumullahu- .

Karena itulah, imam Ahmad -rahimahullah- berkata : "Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh di atas apa yang para shahabat di atasnya dan mengikuti mereka". Lihat : Syarah Ushul I'tiqod Ahlussunnah Wal Jama'ah 1/176.
Allahu Akbar ... !, betapa kuatnya pijakan seorang muslim bila ia berpegang teguh dengan Al Qur`an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman para ulama salaf. Ini merupakan senjata yang paling ampuh dan tameng yang paling kuat dalam menghadapi dan menangkis setiap fitnah yang datang. Dan sejarah telah membuktikan bagaimana orang-orang yang berpegang teguh kepada Al Qur`an dan Sunnah selamat dari fitnah dan mereka tetap kokoh di atas jalan yang lurus.
Lihatlah kisah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, ketika Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam mengirim Usamah bin Zaid dengan memimpin 700 orang untuk menggempur kerajaan Rum. Maka ketika pasukan tersebut tiba di suatu tempat yang bernama Dzu Khasyab, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam meninggal. Maka mulailah orang-orang Arab di sekitar Madinah murtad dari agama sehingga para shahabat mengkhawatirkan keadaan kota Madinah. Lalu para shahabat berkata kepada Abu Bakar : "Wahai Abu Bakar, kembalikan pasukan yang dikirim ke kerajaan Rum itu, apakah mereka diarahakan ke Rum sedang orang-orang Arab di sekitar Madinah telah murtad ?". Maka Abu Bakar radhiallahu 'anhu berkata : "Demi yang tidak ada sesembahan yang berhak selainNya, andaikata anjing-anjing telah berlari di kaki-kaki para istri Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam, saya tidak akan menarik suatu pasukanpun yang dikirim oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam dan saya tidak akan melepaskan bendera yang diikat oleh Rasulullah".
Lihat bagaimana gigihnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu berpegang dengan sunnah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam dalam kondisi yang sangat genting seperti ini dan betapa kuatnya keyakinan beliau akan kemenangan orang yang menjalankan perintah-Nya.
Maka apa yang terjadi setelah itu, setiap kali pasukan Usamah bin Zaid melewati suatu suku yang murtad mereka berkata : "Andaikata mereka itu tidak mempunyai kekuatan, tentu tidak akan keluar pasukan sekuat ini dari mereka. Tapi kita tunggu sampai mereka bertempur dengan melawan kerajaan Rum". Lalu bertempurlah pasukan Usamah bin Zaid menghadapi kerajaan Rum dan pasukan Usamah berhasil mengalahkan dan membunuh mereka. Kemudian kembalilah pasukan Usamah dengan selamat dan tetap orang-orang yang akan murtad itu tadi di atas Islam.
Baca kisah ini dalam Madarik An-Nazhor hal. 51-52 (cet. Ke 2).
Maka lihatlah ... wahai orang-orang yang menghendaki keselamatan, peganglah kaidah pertama ini dengan baik, niscaya engkau akan selamat dari fitnah di dunia dan di akhirat.
Kaidah Kedua : Merujuk kepada para ulama.
Allah Al-Hakim Al-'Alim mengisahkan tentang Qorun dalam firman-Nya :
"Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Celakalah kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)". (QS. Al-Qoshosh : 79-81).
Karena itulah imam Hasan Al Bashry berkata : "Sesungguhnya bila fitnah itu datang, diketahui oleh setiap 'alim (ulama), dan apabila telah terjadi (lewat), maka baru diketahui oleh orang-orang yang jahil".
Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam hadits 'Ubadah bin Shomit riwayat imam Ahmad dan lain-lain :
"Bukan dari ummatku siapa yang tidak menghormati orang yang besar dari kami dan tidak merahmati orang yang kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang yang alim dari kami". (Dihasankan oleh Syeikh Al Albany dalam Shohih Al-Jami' Ash-Shoghir. )
Dan juga Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam hadits Ibnu 'Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim, Ibnu Hibban dan lain-lain :
"Berkah itu bersama orang-orang besarnya kalian". (Dishohihkan oleh Syeikh Al Albany dalam Silsilah Ahadits Ash Shohihah no. 1778.)
Dan fitnah akan bermunculan apabila para ulama sudah tidak lagi dijadikan sebagai rujukan sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat Ibnu Majah dan lain-lainnya, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
"Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang menipu, akan dipercaya/dibenarka n padanya orang yang berdusta dan dianggap dusta orang yang jujur, orang yang berkhianat dianggap amanah dan orang yang amanah dianggap berkhianat dan akan berbicara Ar-Ruwaibidhoh. Ditanyakan : "Siapakah Ar-Ruwaibidhoh itu ?". Beliau berkata : "Orang yang bodoh berbicara dalam perkara umum". Dishohihkan oleh Syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain.
Dan juga Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam hadits 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash riwayat Bukhary-Muslim :
"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari para hamba akan tetapi Allah mencabutnya dengan mencabut (mewafatkan) para ulama sampai bila tidak tersisa lagi seorang alim maka manusiapun mengambil para pemimpin yang bodoh maka merekapun ditanya lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu maka sesatlah mereka lagi menyesatkan" .
Dan berkata 'Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu :
"Manusia masih akan senantiasa sebagai orang yang sholeh lagi berpegang teguh sepanjang ilmu datang kepada mereka dari para shahabat Muhammad shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam dan orang-orang besar mereka. Maka apabila (ilmu) datang kepada mereka dari orang-orang kecil maka binasalah mereka". Lihat takhrijnya dalam kitab Madarik An-Nazhor hal. 161.
Kaidah Ketiga : Tidak boleh berkomentar dalam perkara-perkara Nawazil kecuali para ulama besar ahli ijtihad.
Nawazil jamak dari Nazilah, maksudnya yaitu kejadian-kejadian atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi pada kaum muslimin.
Dan nawazil ini dikenal juga dengan istilah hawadits.
Ukuran Ulama Besar Ahli Ijtihad.
Berkata Ibnul Qoyyim dalam I'l­am Al-Muwaqqi'in : 4/212 : "Orang yang alim terhadap Kitabullah dan Sunnah RasulNya dan perkataan para shahabat, maka dialah mujtahid (ahli ijtihad) pada perkara-perkara Nawazil".
Berkata imam Asy-Syatiby dalam Al I'tishom : "Bahkan apabila dihadapkan kepadanya perkara-perkara Nawazil kemudian dia kembalikan pada ushulnya maka ia mendapatkan (penyelesaiannya) didalamnya dan hal tersebut tidak didapatkan oleh orang yang bukan mujtahid. Tapi hanyalah didapatkan oleh para mujtahid yang disifatkan dalam ilmu ushul fiqhi".
Dan Ibnu Rojab mencontohkannya seperti imam Ahmad dan kemudian beliau menjelaskan sisi kepantasan imam Ahmad untuk berfatwa dalam Nawazil. Di antara kriteria imam Ahmad yang beliau sebutkan yaitu beliau telah mencapai puncak pengetahuan tentang Al-Qur`an, As-Sunnah dan Al-Atsar. Ilmu Al-Qur`an seperti ilmu tentang An-Nasikh wal mansukh, Al-Mutaqaddim wal mutaakhkhir dan mengumpulkan tafsir para shahabat dan para tabi'in. Ilmu As-Sunnah seperti hafalan beliau terhadap hadits, mengetahui yang shohih dan dhoifnya, mengetahui rowi-rowi yang tsiqoh dan yang majruh dan mengetahui jalan-jalan hadits dan cacat-cacatnya ... kemudian Ibnu Rojab berkata : "Telah dimaklumi siapa yang memahami semua ilmu ini dan sangat menguasainya, adalah suatu hal yang sangat mudah baginya untuk mengetahui Hawadits dan memberikan jawabannya".
Dalil kaidah ketiga ini adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Surah An-Nisa ayat 83 :
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah akan diketahui hal tersebut oleh orang-orang yang ber-istimbath diantara mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)".
Berkata syeikh 'Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy menafsirkan ayat ini : "Ini adalah pelajaran adab dari Allah kepada para hamba-Nya tentang perbuatan mereka ini yang tidak layak. Dan yang pantas bagi mereka apabila datang kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yang penting dan maslahat-maslahat umum yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin atau (berkaitan) dengan ketakutan yang di dalamnya terdapat musibah, maka wajib atas mereka untuk ber-tatsabbut (mencari kejelasan) dan jangan tergesa-gesa menyebarkan berita tersebut bahkan hendaknya mereka mengembalikannya kepada Rasul dan kepada Ulil Amri di antara mereka, yaitu Ahli ro'yi wal ilmi wan nushhi wal aqli war razanah (para ahli dalam menilai/pertimbanga n, dalam ilmu, dalam menasehati, dalam berfikir dan memiliki ketenangan) yang mengetahui perkara-perkara dan mengetahui apa-apa yang merupakan maslahat dan kebalikannya. Kalau mereka melihat penyebaran berita tersebut sebagai maslahat, menambah semangat kaum mu`minin, kegembiraan bagi mereka dan benteng dari musuh-musuh mereka maka mereka mengerjakannya (menyebarkannya) . Dan kalau mereka melihat tidak ada maslahat padanya atau ada maslahat tapi bahayanya melebihi maslahatnya maka tidaklah mereka sebarkan, karena itulah (Allah Subhanahu Wa Ta'ala) berfirman : "Maka akan diketahui hal tersebut oleh orang-orang yang beristimbat dari mereka", yaitu mereka akan mengeluarkan hal tersebut dengan pemikiran mereka dan pendapat-pendapat mereka yang lurus dan ilmu mereka yang di atas petunjuk".
Allahu Akbar betapa sempurnanya tuntunan islam, andaikata kaum muslimin beramal dengan kaidah ini niscaya mereka akan terjaga dari fitnah. Sungguh berbagai macam fitnah yang melanda kaum muslimin disebabkan karena kekurangajaran sebagian orang yang tidak tahu kadar dirinya dan merasa bangga dengan kemampuannya atau dengan title-title yang mereka sandang sehingga dengan sangat lancangnya berani berkomentar dalam perkara-perkara Nawazil yang terjadi pada kaum muslimin. Maka wajarlah jika muncul berbagai macam kerusakan dan fitnah yang lebih besar karena ulah segelintir orang yang tidak tahu diri ini. Dan cukuplah hal tersebut sebagai dosa yang sangat besar bagi orang yang menyelisihi perintah dalam surah An-Nisa` di atas dan juga dia tergolong orang-orang yang tidak menempatkan amanah pada tempatnya, yang amanah itu harusnya diserahkan kepada ahlinya yaitu para ulul amri ; para ulama besar dan penguasa. Dan tidak menempatkan amanah pada tempatnya adalah pelanggaran terhadap perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan merupakan salah satu tanda hari kiamat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam surah An-Nisa` ayat 58 :
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".
Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam ketika ditanya tentang kapankah hari kiamat ?, beliau bersabda :
"Apabila amanah telah ditelantarkan maka tunggulah hari kiamat. Maka orang itu kembali bertanya : "Kapan ditelantarkannya ?", beliau menjawab : "Apabila perkara telah diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah hari kiamat". (HSR. Bukhary dari shahabat Abu Hurairah).
Dan menyerahkan perkara Nawazil kepada ulil amri merupakan ushul (pokok) syari'at Islam yang dipegang oleh para imam Ahlus sunnah wal jama'ah dari zaman ke zaman.
Berkata Abu Hatim Ar-Rozy : "Madzhab dan pilihan kami adalah mengikuti Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wasallam dan para shahabat beliau, para tabi'in dan orang-orang setelah mereka (yang mengikuti mereka) dengan baik ... . Dan komitmen terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah dan membela para Imam yang mengikuti jejak para ulama salaf. Dan pilihan kami apa yang dipilih oleh Ahlus Sunnah dari para Imam di berbagai negeri, seperti : Malik bin Anas di Madinah dan Al-Auza'iy di Syam dan Al-Laits bin Sa'ad di Mesir dan Sufyan Ats-Tsaury serta Hammad bin Zaid di Iraq pada hawadits yang tidak diketemukan tentangnya riwayat dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa alihi wasallam, para shahabat dan tabi'in. Dan meninggalkan pendapat-pendapat Al-Mulabbisin (orang-orang yang menyamar-nyamarkan perkara), Al-Mumawwihin (orang-orang yang mengaburkan perkara), Al-Muzakhrifin (orang-orang yang menghias-hiasi/ memperindah perkara dari yang sebenarnya), Al-Mumakhriqin (para pembohong) lagi Al-Kadzdzabin (para pendusta). Lihat : Syarah Ushul I'tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama'ah karya Al-Lalaka`i jilid 1 hal.202.
Dan berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah jilid 4 hal. 404 di tengah pembicaraan beliau terhadap masalah jihad : "Secara global pembahasan tentang perkara-perkara detail ini merupakan pekerjaan orang khusus dari para ulama".
Lihat rincian kaidah ketiga secara lengkap dalam kitab Madarik An-Nazhor Baina At-Tathbiqot Asy-Syar'iyah wa Al-Infi'alat Al-Hamasiyah. Kitab ini telah direkomendasi oleh dua ulama besar di zaman ini yaitu syeikh Al-'Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albany -rahimahullah- dan syeikh Al-'Allamah Al-Muhaddits 'Abdul Muhsin Al-'Abbad -hafizhohullah- .
Kaidah Keempat : Dalam setiap sesuatu hendaknya bersikap lemah lembut, berhati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam menarik kesimpulan atau memberikan hukum.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pada Nabi-Nya :
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" . (QS. Al Imran : 159).
Dan dalam hadits 'Aisyah, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
"Sesungguhnya tidaklah lemah lembut itu berada pada sesuatu apapun kecuali akan menghiasinya dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan membuatnya jelek". (HSR. Muslim)
Dan dalam hadits Jarir bin 'Abdillah, beliau juga menegaskan :
"Siapa yang diharamkan dari sifat lemah lembut maka diharamkan (untuknya) kebaikan". (HSR. Muslim).
Dan dalam hadits 'Aisyah riwayat Bukhary-Muslim, beliau menyatakan :
"Sesungguhnya Allah mencintai kelemahlembutan dalam segala perkara".
Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda kepada Al-Asyajj 'Abdul Qais :
"Sesungguhnya pada engkau ada dua sifat yang dicintai oleh Allah, Al Hilm (kebijaksanaan ) dan Al Anah (tidak tergesa-gesa) ". (HSR. Muslim dari Ibnu 'Abbas dan Abu Sa'id Al Khudry).
Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam juga bersabda :
"Pelan-pelan (tidak tergesa-gesa) dari Allah dan tergesa-gesa itu dari syeitan". (Dihasankan oleh syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no.1795).
Kaidah Kelima : Bersikap adil dalam setiap sesuatu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kalian dapat mengambil pelajaran". (QS. An-Nahl : 90)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan dalam firman-Nya :
"Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (kalian)". (QS. Al An'am : 152).
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan dalam firman-Nya di surah Al-Maidah ayat : 8 :
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa".
Ayat-ayat di atas sangat jelas sekali menunjukkan harusnya berlaku adil pada segala sesuatu dan tentunya hal tersebut lebih ditekankan pada kondisi fitnah maka hendaknya setiap orang berlaku adil dalam berucap, berbuat, bersikap dan memberikan hukum. Dan ukuran suatu keadilan tentunya ditimbang menurut tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah.
Kaidah Keenam : Tidak boleh menghukumi suatu permasalahan kecuali setelah mengetahui gambaran yang jelas tentang permasalah tersebut.
Kaidah ini lafazh arabnya berbunyi :
"Hukum atas sesuatu cabang dari penggambarannya"
Dan kaidah ini mempunyai dasar yang sangat banyak dari Al Qur`an dan Sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surah Al Isra` ayat 36 :
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya".
Dan Allah Jalla wa 'Ala berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 6 :
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu".
Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang ia tidak mencari kepastian apa yang ada di dalamnya, maka disebabkan hal itu ia dilemparkan ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat". (HSR. Bukhary-Muslim dari Abu Hurairah)
Kaidah ini adalah kaidah yang sangat bermanfaat dan membantu dalam segala bentuk fitnah yang terjadi. Camkanlah baik-baik kaidah ini dan warnailah gerak-gerikmu dengannya niscaya engkau akan selamat. Wallahul Muwaffiq.
Kaidah Ketujuh : Pada kondisi fitnah tidak segala sesuatu yang diketahui harus diucapkan.
Perkataan dan perbuatan dalam kondisi fitnah harus mempunyai ketentuan dan aturan. Tidak semua perkara yang dipandang baik harus dinampakkan dan dikerjakan. Karena perkataan dan perbuatan dalam kondisi fitnah akan melahirkan suatu akibat dibelakangnya.
Dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha Nabi shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
"Wahai 'Aisyah andaikata kaummu (penduduk Makkah) bukan orang yang baru (meninggalkan) kekufuran, niscaya saya merobohkan Ka'bah kemudian saya akan menjadikannya dua pintu ; pintu tempat manusia masuk dan pintu mereka keluar".(HSR. Bukhary-Muslim)
Lihatlah wahai orang-orang yang berfikir kenapa Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan apa yang beliau kehendaki, bukankah itu sunnahnya dan syari'at yang beliau bawa ? jawabannya jelas karena orang-orang Mekkah baru masuk islam dan mereka sangat mengagungkan Ka'bah maka Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam takut kalau beliau merubah bangunan ka'bah beliau dianggap orang sombong terhadap mereka sehingga hal tersebut bisa menyebabkan mereka lari dari Islam dan kembali kepada kekufuran. Karena itulah Imam Bukhary ketika menyebutkan hadits ini, beliau sebutkan dengan judul : "Bab orang meninggalkan sebagian pilihan karena takut sebagian orang kurang memahaminya lalu terjatuhlah mereka kedalam perkara yang lebih besar".
Dan 'Ali bin Abi Tholib radhiyallahu 'anhu berkata :
"Berceritalah kepada manusia dengan apa yang mereka ketahui, apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan ?". (Riwayat Bukhary).
Dan 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata :
"Tidaklah engkau berbicara kepada suatu kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak bisa dicerna oleh akal mereka kecuali akan menjadikan fitnah pada sebagian dari mereka".(Diriwayatk an oleh Muslim dalam Muqaddimah Shohihnya dengan sanad yang terputus).
Dan dalam hadits riwayat Bukhary, Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata :
"Saya menghafal dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam dua kantong. Adapun salah satunya saya telah sebarkan dan adapun yang lainnya kalau saya sebarkan maka akan diputus leher ini".
Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A'lam An-Nubala` jilid 2 hal. 597-598 : "Ini menunjukkan bolehnya menyembunyikan sebagian hadits-hadits yang bisa menggerakkan fitnah (hadits-hadits) dalam Al-Ushul (masalah-masalah pokok) maupun Al-Furu' (maslah-masalah cabang) atau dalam (hadits-hadits tentang) pujian dan celaan. Adapun hadits yang berkaitan dengan halal dan haram maka tidak halal untuk disembunyikan dalam bentuk bagaimanapun karena itu dari kejelasan dan petunjuk". Kemudian beliau sebutkan perkataan 'Ali bin Abi Tholib di atas lalu beliau berkata : "Dan demikian pula Abu Hurairah andaikata beliau menyebarkan kantong itu niscaya dia akan disakiti bahkan akan dibunuh. Akan tetapi seorang alim kadang-kadang ijtihadnya mendorongnya untuk menyebarkan suatu hadits untuk menghidupkan sunnah maka baginya apa yang ia niatkan dan ia mendapatkan pahala walaupun ia salah dalam ijtihadnya".
Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bary jilid 1 hal. 225 ketika menjelaskan perkataan 'Ali bin Abi Tholib, beliau berkata : "Didalamnya ada dalil bahwa perkara yang mutasyabih (yang mengandung beberapa pengertian) tidak pantas disebutkan pada khalayak umum". Kemudian beliau menyebutkan perkataan Ibnu Mas'ud lalu beliua berkata : "Di antara orang-orang yang tidak senang memberikan hadits pada sebagian orang adalah imam Ahmad dalam hadits-hadits yang zhohirnya membolehkan khuruj (kudeta) terhadap pemerintah, dan imam Malik dalam hadits-hadits tentang sifat-sifat (Allah), dan Abu Yusuf tentang hadits-hadits yang ghorib (aneh dari sisi makna maupun lafazh-pen.) ... . Dan Dari Al-Hasan (Al-Bashry-pen. ) ia mengingkari Anas (radhiyallahu 'anhu) menceritakan kepada Hajjaj tentang kisah Al-Uraniyyin karena ia akan menjadikannya sebagai wasilah yang selama ini ia pegang dalam berlebihan menumpahkan darah denga ta`wil yang lemah.
Dan ukuran hal tersebut (boleh menyembunyikan sebagian hadits) yaitu hendaknya zhohir suatu hadits menguatkan suatu bid'ah dan yang zhohir tersebut pada asalnya bukan yang diinginkan. Maka menahannya (menyembunyikannya) dari orang yang ditakutkan ia akan mengambil zhohirnya adalah perkara yang mathlub (dicari dan diinginkan)" .
Demikian tujuh kaidah ini secara ringkas kami sarikan dari beberapa sumber, yang paling pentingnya kitab Adh-Dhowabith Asy-Syar'iyah li Mawqif Al-Muslim fil Fitan karya syeikh Sholeh bin 'Abdul 'Aziz Alu Asy-Syeikh dan kitab Madarik An-Nazhor karya syeikh 'Abdul Malik Romadhony. Dan banyak lagi kaidah-kaidah lainnya mudah-mudahan bermanfaat.
Wallahu Ta'ala A'lam. Wa Fauqo Kulli Dzi 'Ilmin 'Alim. Wassalamu'alaykum wa RohmatulloHi wa BarokatuH




KISAH MUSH'AB BIN UMAIR RADHIALLAHU 'ANHU

MUSH'AB BIN UMAIR
"Duta Islam Yang Pertama"

Mush'ab bin Umair salah seorang di antara para shahabat Nabi. Alangkah baiknya jika kit, memulai kisah dengan pribadi-nya: Seorang remaja Quraisy terkemuka, seorang yang paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan
Para muarrikh dan ahli riwayat melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Mekah yang mempunyai nama paling harum"•
Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya• Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa sebagai yang dialami Nlush'ab bin Umair.
Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat sedemikian rupa hingga menjadi buah ceritera tentang keimanan, menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan Sungguh, suatu riwayat penuh pesona, riwayat Mush'ab bin Umair atau "Mush'ab yang balk", sebagai biasa digelarkan oleh Kaum Muslimin. Ia salah satu di antara pribadi-pribadi Muslimin yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tetapi corak pribadi manakah?
Sungguh, kisah hidupnya menjadi kebanggaan bagi kemanusiaan umumnya.
Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Mekah mengenai Muhammad al-Amin ... Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mengatakan bahwa dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai da'i yang mengajak ummat beribadat kepada Allah Yang Maha Esa.
Sementara perhatian warga Mekah terpusat pada berita itu, dan tiada yang menjadi buah pembicaraan mereka kecuali tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta Agama yang dibawanya, maka anak muda yang manja ini paling banyak mendengar berita itu. Karena walaupun usianya masih belia, tetapi ia menjadi bunga majlis tempat-tempat pertemuan yang selalu diharapkan kehadirannya oleh para anggota dan teman-temannya. Gayanya yang tampan dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan masalah.
Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar Sauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Keraguannya tiada berjalan lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu senja didorong oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah saw. sering berkumpul dengan para shahabatnya, tempat mengajamya ayat-ayat al-Quran dan membawa mereka shalat beribadat kepada Allah Yang Maha Akbar.
Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran pada kalbunya.
Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam.
Pemuda yang telah Islam dan Iman itu nampak telah memiliki ilmu dan hikmah yang luas -- berlipat ganda dari ukuran usianya -- dan mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah jalan sejarah ...!

Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita yang disegani bahkan ditakuti.
Ketika Mush'ab menganut Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri, bahkan walau seluruh penduduk Mekah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah. Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majlis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.
Tetapi di kota Mekah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak.
Kebetulan seorang yang bernama Usman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.
Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Mekah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketaqwaan.
Ketika sang ibu hendak membungkam mulut puteranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai -- demi melihat nur atau cahaya yang membuat wajah yang telah berseri cemerlang itu kian berwibawa dan patut diindahkan -- menimbulkan suatu ketenangan yang mendorong dihentikannya tindakan.
Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab terhindar memukul dan menyakiti puteranya, tetapi tak dapat menahan diri dari tuntutan bela berhala-berhalanya dengan jalan lain. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya amat rapat.
Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat bebeuapa orang Muslimin hijrah ke Habsyi. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lain pergi ke Habsyi melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lain pulang ke Mekah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para shahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.
Balk di Habsyi ataupun di Mekah, ujian dan penderitaan yang harus dilalui Mush'ab di tiap saat dan tempat kian meningkat. Ia telah selesai dan berhasil menempa corak kehidupannya menurut pola yang modelnya telah dicontohkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam la merasa puas bahwa kehidupannya telah layak untuk dipersembahkan bagi pengurbanan terhadap Penciptanya Yang Maha Tinggi, Tuhannya Yang Maha Akbar ...
Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah saw. Demi memandang Mush'ab, mereka sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai juSah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka -- pakaiannya sebelum masuk Lslam -- tak obahnya bagaikan kembang di taman, berwarna warni dan menghamburkan bau yang wangi.
Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bihirnya tersungging senyuman mulia, seraya bersabda:
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh k esenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang yang telah mengingkari berhala dan patut beroleh kutukan daripadanya, walau anak kandungnya sendiri.
Akhir pertemuan Mush'ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil satu keputusan, tak ada jalan lain baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush'ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.
Saat perpisahan itu menggambarkan kepada kita kegigihan luar biasa dalam kekafiran fihak ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan keimanan dari fihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata: "Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi".
Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya sambil berkata: !'Wahai bunda! Telah anakanda sampaikan nasihat kepada bunda, dan anakanda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".
Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut: "Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi".
Demikian Mush'ab meninggalkari kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar.
Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan 'aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah merubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani ...
Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai'at kepada Rasulullah di bukit 'Aqabah. Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama-Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai peuistiwa besar.
Sebenamya di kalangan shahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada "Mush'ab yang baik".
Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tepatan atau kota hijrah, pusat para da'i dan da'wah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan pembela al-Islam.
Mush'ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa fikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka beuduyun-duyun masuk Islam.
Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah bai'at di bukit 'Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-nya.
Pada musim haji berikutnya dari perjanjian 'Aqabah, Kaum Muslimin Madinah mengirim perutusan yang mewakili mereka menemui Nabi. Dan perutusan itu dipimpin oleh guru mereka, oleh duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mush'ab bin Umair.
Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana, Mush'ab bin Umair telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atas dirinya itu tepat. Ia memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah ditetapkan.
la sadar bahwa tugasnya adalah menyerLi kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu Agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaqnya mengikuti pola hidup Rasulullah yang diimaninya, yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka ....
Di Madinah Mush'ab tinggal sebagai tamu di rumah As'ad bin Zararah. Dengan didampingi As'ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat; Kitab Suci dari Allah, menyampaian kalimattullah "bahwa Allah Tuhan Maha Esa" secara hati-hati.
Pernah ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta shahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush'ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush'ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Tuhan Yang Maha Esa yang belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan salah satu di antaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan.
Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam fikiran suku Abdul Asyhal.
Tetapi Tuhannya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam -- yang diserukan beribadah kepada-Nya -- oleh utusan yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak seorang pun yang dapat melihat-r\jya.
Demi dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk beusama Mush'ab, mereka pun merasa kecut dan takut.
Tetapi "Mush'ab yang baik" tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak berubah.
Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush'ab dan As'ad bin Zararah, bentaknya: "Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!"
Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam..., laksana terang dan damainya cahaya fajar ...,terpancarlah ketulusan hati "Mush'ab yang baik", dan bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya: "Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!"
Sebenamya Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh Mush'ab untuk berbicara dan meminta petimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengar dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush'ab, dan jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan meninggalkan kampung dan masyarakat mereka untuk mencari tempat dan masyauakat lain, dengan tidak merugikan ataupun dirugikan orang lain.
"Sekarang saya insaf", ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan. Demi Mush'ab membacakan ayat-ayat al-Quran dan menguraikan da'wah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah saw., maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya Dan belum lagi Mush'ab selesai dari uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada shahabatnya: "Alangkah indah dan benarnya ucapan itu .. •! Dan apakah yang harus dilaknkan oleb orang yang hendak masuk Agama ini?" Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush'ab: "Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah".
Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil meme•ras air dari rambutnya, lain ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah ….
Secepatnya berita itu pun tersiarlah. Keidaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa'ad bin Mu'adz. Dan setelah mendengar uraian Mush'ab, Sa'ad merasa puas dan masuk Islam pula.
Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya-bertanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin 'Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu .... Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celab giginya!"
Demikianlah duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya• Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu, dan Rasulullah bersama para shahabatnya hijral ke Madinah.
Orang-orang Quraisy semakin geram dengan dendamnya, mereka menyiapkan tenaga untuk melanjutkan tindakan kekerasan terhadp hamba-hamba Allah yang shalih. Terjadilah perang Badar dan kaum Quraisy pun beroleh pelajaran pahit yang menghabiskan sisa-sisa fikiran sehat mereka, hingga mereka berusaha untuk menebus kekalahan. Kemudian datanglah giliran perang Uhud, dan Kaum Muslimin pun bersiap-siap mengatur barisan. Rasulullah berdiri di tengah barisan itu, menatap setiap wajah orang beriman menyelidiki siapa yang sebaiknya membawa bendera. Maka terpanggillah "Mush'ab yang baik", dan pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera.
Peperangan berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah melanggar tidak mentaati peraturan Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan dan mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan Kaum Muslimin beralih menjadi kekalahan.
Dengan tidak diduga pasukan berkuda Quraisy menyerbu Kaum Muslimin daui puncak bukit, lalu tombak dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk, membantai Kaum Muslimin yang tengah kacau balau. Melihat barisan Kaum Muslimin porak poranda, musuh pun menujukan st?rangan ke arah Rasulullah dengan maksud menghantamnya.
Mush'ab bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bagaikan ngauman singa ia bertakbir sekeras-kerasnya, lain maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkam. Minatnya tertuju untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Dengan demikian dirinya pribadi bagaikan membentuk bauisan tentara ...
Sungguh, walaupun seorang diri, tetapi Mush'ab beutempur laksana pasukan tentara besar .... Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan tameng kesaktian, sedang yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam .... Tetapi musuh kian bertambah banyak juga, mereka hendak menyeberang dengan menginjak-injak tubuhnya untuk mencapai Rasulullah .
Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata, yang akan menceriterakan saat-saat terakhir pahlawan besar Mush'ab bin Umair. Berkata Ibnu Sa'ad: "Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-'Abdari dari bapaknya, ia berkata:
Mush'ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan Kaum Muslimin pecah, Mush'ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah seorang musuh berkuda, Ibnu &umaiah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mush'ab mengucapkan: Muhammad itu tiada lain hanyaIah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Maka dipegangnya bendera dengan tangan hirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya he dada sambil mengucaphan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasulj dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh "
Gugurlah Mush'ab dan jatuhlah bendera .... Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada .... Dan hal itu dialaminya setelah dengan keberanian luar biasa mengarungi kancah pengurbanan dan keimanan. Di saat itu Mush'ab berpendapat bahwa sekiranya ia gugur, tentulah jalan para pembunuh akan terbuka lebar menuju Rasulullah tanpa ada pembela yang akan mempertahankannya. Demi cintanya yang tiada terbatas kepada Rasulullah dan cemas memikirkan nasibnya nanti, ketika ia akan pergi berlalu, setiap kali pedang jatuh menerbangkan sebelah tangannya, dihiburnya dirinya dengan ucapan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul"
Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai, hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yang selalu dibaca orang ....
Setelah pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang mulia ....Dan seolah-olah tubuh yang telah kaku itu masih takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikannya wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan ditakutinya itu.
Atau mungkin juga ia merasa main karena telah gugur sebelum hatinya tenteram beroleh kepastian akan keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan mempertahankan Rasulullah sampai berhasil.
Wahai Mush'ab cukuplah bagimu ar-Rahman ....
Namamu harum semerbak dalam kehidupan ....
Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Berkata Khabbah ibnul'Urrat:
"Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga pastilah sudah pahala di sisi Allah. Di antara hami ada yang telah berlalu sebelum menikmati' pahalanya di dunia ini sedihit pun juga. Di antaranya ialah Mush'ab bin Umair yang tewa s di perang Uhud. Tak sehelai pun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan dahinya tutupilah delagan rumput idzkhir!"
Betapa pun luka pedih dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur pamanda Hamzah dan dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga bercucurlah air mata Nabi .... Dan betapapun penuhnya medan laga dengan mayat para shahabat dan kawan-kawannya, yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya .... Betapa juga semua itu, tapi Rasulullah tak melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan mengeluarkan isi hatinya .... Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush'ab bin Umair dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih sayang, dibacakannya ayat:
Di antara orang-orang Mu ini terdapat pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah.(Q.S. 33 al-Ahzab: 23)
Kemudian dengan mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda:
Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.
Setelah melayangkan pandang, pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru:
Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.
Kemudian sambil berpaling ke arah shahabat yang masih hidup, sabdanya:
Hai manusia! Berziarahlah dan berltunjunglah kepada mereka, serta ucaphanlah salam Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari qiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereha akan mem balasnya.
Salam atasmu wahai Mush'ab ....
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada ....
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.




KISAH ABDULLAH BIN ABBAS RADHIALLAHU 'ANHU


ABDULLAH BIN ABBAS
"Kyai Umat Ini"
Ibnu Abbas serupa dengan Ibnu Zubeir bahwa mereka sama-sama menemui Rasulullah dan bergaul dengannya selagi masih becil, dan Rasulullah wafat sebelum Ibnu Abbas mencapai usia dewasa. Tetapi ia seorang lain yang di waktu kecil telah mendapat kerangka kepahlawanan dan prinsip-prinsip kehidupan dari Rasuluilah saw. yang mengutamakan dan mendidiknya serta mengajarinya hikmat yang murni. Dan dengan keteguhan iman dan kekuatan akhlaq serta melimpahnya ilmunya, Ibnu Abbas mencapai kedudukan tinggi di lingkungan tokoh-tokoh sekeliling Rasul ....
Ia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah saw. Digelari "habar" atau kyahi atau lengkapnya "kyahi ummat", suatu gelar yang hanya dapat dicapainya karena otaknya yang cerdas, hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas.
Dari kecilnya, Ibnu Abbbas telah mengetahui jalan hidup yang akan ditempuhnya, dan ia lebih mengetahuinya lagi ketika pada suatu hari Rasulullah menariknya ke dekatnya selagi ia masih kecil itu dan menepuk-nepuk bahunya serta mendu'akannya: -
"Ya Allah, berilah ia ilmu Agama yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya ta'wil".
Kemudian berturut-turut pula datangnya kesempatan dimana Rasulullah mengulang-ulang du'a tadi bagi Abdullah bin Abbas sebagai saudara sepupunya itu ..., dan ketika itu ia mengertilah bahwa ia diciptakan untuk ilmu dan pengetahuan.
Sementara persiapan otaknya mendorongnya pula dengan kuat untuk menempuh jalan ini. Karena walaupun di saat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat itu, usianya belum lagi lebih dari tiga belas tahun, tetapi sedari kecilnya tak pernah satu hari pun lewat, tanpa ia menghadiri majlis Rasulullah dan menghafalkan apa yang diucapkannya....

Dan setelah kepergian Rasulullah ke Rafiqul A'la, Ibnu Abbas mempelajari sungguh-sungguh dari shahabat-shahabat Rasul yang pertama, apa-apa yang input didengar dan dipelajarinya dari Rasulullah saw. sendiri. Suatu tanda tanya (ingin mengetahui dan ingin bertanya) terpatri dalam dirinya.
Maka setiap kedengaran olehnya seseorang yang mengetahui suatn ilmu atau menghafaikan Hadits, segeralah ia menemuinya dan belajar kepadanya. Dan otaknya yang encer lagi tidak mau puas itu, mendorongnya nntuk meneliti apa yang didengarnya.
Hingga tidak saja ia menumpahkan perhatian terhadap mengumpulkan ilmu pengetahuan semata, tapi jnga untuk meneliti dan menyelidiki sumber-sumbernya.
Pernah ia menceritakan pengalamannya: -- "Pernah aku bertanya kepada tigapuluh orang shahabat Rasul shallallahu alaihi wasalam mengenai satu masalah". Dan bagaimana keinginannya yang amat besar untuk mendapatkan sesuatu ilmu, digambarkannya kepada kita sebagai berikut: -
"Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat, kakatakan kepada salah seorang pemuda Anshar: "Marilah kita bertanya kepada shahabat Rasulullah, sekarang ini mereka hampir semuanya sedang bekumpul?"
Jawab pemuda Anshar itu: "Aneh sekali kamu ini, hai Ibnu Abbas! Apakah kamu kira orang-orang akan membutuhkanmu, padahal di kalangan mereka sebagai kan lihat banyak terdapat shahabat Rasulullah ... ?" Demikianlah ia tak mau diajak, tetapi aku tetap pergi bertanya kepada shahabat-shahabat Rasulullah.
Pernah aku mendapatkan satu Hadits dari seseorang, dengan cara kudatangi rumahnya kebetulan ia sedang tidur slang. Kubentangkan kainku di muka pintunya, lalu duduk menunggu, sementara angin menerbangkan debu kepadaku, sampai akhirnya ia bangun dan keluar mendapatiku. Maka katanya: -- "Hai saudara sepupu Rasulullah, apa maksud kedatanganmu? Kenapa tidak kamu suruh saja orang kepadaku agar aku datang kepadamu?" "Tidak!" ujarku, "bahkan akulah yang harus datang mengunjungi anda! Kemudian kutanyakanlah kepadanya sebuah Hadits dan aku belajar daripadanya ... !"
Demikianlah pemuda kita yang agung ini bertanya, kemudian bertanya dan bertanya lagi, lalu dicarinya jawaban dengan teliti, dan dikajinya dengan seksama dan dianalisanya dengan fikiran yang berlian. Dari hari ke hari pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya berkembang dan tumbuh, hingga dalam usianya yang muda belia telah cukup dimilikinya hikmat dari orang-orang tua, dan disadapnya ketenangan dan kebersihan pikiran mereka, sampai-sampai Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab radhiallahu anhu menjadikannya kawan bermusyawarah pada setiap urusan penting dan menggelarkannya "pemuda tua" ... !
Pada suatu hari ditanyakan orang kepada Ibnu Abbas: "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini ... ?" Jawabnya: -"Dengan lidah yang gemar bertanya, dan akal yang suka berfikir... !"
Maka dengan lidahnya yang selalu bertanya dan fikirannya yang tak jemu-jemunya meneliti, serta dengan kerendahan hati dan pandainya bergaul, jadilah Ibnu Abbas sebagai "kyahi ummat ini".
Sa'ad bin Abi Waqqash melukiskannya dengan kalimat-kalimat seperti ini :-
Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti, lebih tajam berfikir dan lebih banyak dapat menyerap ilmu dan lebih luas sifat santunnya dari Ibnu Abbas ... ! Dan sungguh, kulihat Umar memanggilnya dalam urusan-urusan pelik, padahal sekelilingnya terdapat peserta Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka tampillah Ibnu Abbas menyampaikan pendapatnya, dan Umar pun tak hendak melampaui apa katanya!"
Ketika membicarakannya, Ubaidillah bin 'Utbah berkata:- "Tidak seorang pun yang lebih tahu tentang Hadits yang diterimanya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam daripada Ibnu Abbas... !
Dan tak kulihat orang yang lebih mengetahui tentang putusan Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam pengadilan daripadanya ... ! Begitu pula tak ada yang lebih mendalam pengertiannya daripadanya ....
Sungguh, ia telah menyediakan waktu untuk mengajarkan fiqih satu hari, tafsir satu hari, riwayat dan strategi perang satu hari, syair satu hari, dan tarikh serta kebudayaan bangsa Arab satu hari ....
Serta tak ada yang lebih tahu tentang syair, bahasa Arab, tafsir -Quran, ilmu hisab dan seal pembagian pusaka daripadanya ... ! Dan tidak seorang alim pun yang pergi duduk ke dekatnya kecuali hormat kepadanya, serta tidak seorang pun yang bertanya, kecuali mendapatkan jawaban daripadanya... !"
Seorang Muslim penduduk Bashrah melukiskannya pula sebagai berikut: -- (Ibnu Abbas pernah menjadi gubernur di sana, diangkat oleh Ali)
"Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga perkara ....
1. Menarik hati pendengar apabila ia berbicara.
2. Memperhatikan setiap ucapan pembicara.
3. Memilih yang teringan apabila memutuskan perkara.
1. Menjauhi sifat mengambil muka.
2. Menjauhi orang-orang yang rendah budi.
3. Menjauhi setiap perbuatan dosa.
Sebagaimana kita telah paparkan bahwa Ibnu Abbas adalah orang yang menguasai dan mendalami berbagai cabang ilmu.
Maka ia pun menjadi tepatan bagi orang-orang pang mencari ilmu, berbondong-bondong orang datang dari berbagai penjuru negeri Islam untuk mengikuti pendidikan dan mendalami ilmu pengetahuan.
Di samping ingatannya yang kuat bahkan luar biasa itu, Ibnu Abbas memiliki pula kecerdasan dan kepintaran yang Istimewa.
Alasan yang dikemukakannya bagaikan cahaya matahari, menembus ke dalam kalbu menghidupkan cahaya iman ....Dan dalam percakapan atau berdialog, tidak saja ia membuat lawannya terdiam, mengerti dan menerima alasan yang dikemukakannya, tetapi juga menyebabkannya diam terpesona, karena manisnya susunan kata dan keahliannya berbicara ... !
Dan bagaimana pun juga banyaknya ilmu dan tepatnya alasan tetapi diskusi atau tukar fikiran itu ... ! Baginya tidak lain hanyalah sebagai suatu slat yang paring ampuh untuk mendapatkan dan mengetahui kebenaran ... !
Dan memang, telah lama ia ditabuti oleh Kaum Khawarij karena logikanya yang tepat dan tajam! Pada suatu hari ia diutus oleh Imam Ali kepada sekelompok besar dari mereka. Maka terjadilah di antaranya dengan mereka percakapan yang amat mempesona, di mana Ibnu Abbas mengarahkan pembicaraan serta menyodorkan alasan dengan cara yang menakjubkan. Dari percakapan yang panjang itu, kita cukup mengutip cupIikan di bawah ini: -
Tanya Ibnu Abbas: -- "Hal-hal apakah yang menyebabkan tuan-tuan menaruh dendam terhadap Ali ... ?"
Ujar mereka: -"Ada tiga hal yang menyebabkan kebencian kami padanya: -
Pertama dalam Agama Allah ia bertahkim kepada manusia, padahal Allah berfirman: '"Tak ada hukum kecuali bagi Allah ... !')
Kedua, ia berperang, tetapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pula mengambil barta rampasan. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir, berarti harta mereka itu halal. Sebaliknya bila mereka orang-orang beriman maka haramlah darahnya ... !)
Dan ketiga, waktu bertahkim, ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu'minin dari dirinya demi mengabulkan tuntutan lawannya. Maka jika ia sudah tidak jadi amir atau kepala bagi orang-orang Mu'min lagi, berarti ia menjadi kepala bagi orang-orang kafir... !"3)
Lamunan-lamunan mereka itu dipatahkan oleh Ibnu Abbas, katanya: -- "Mengenai perkataan tuan-tuan bahwa ia bertahkim kepada manusia dalam Agama Allah, maka apa salahnya ... ?
Bukankah Allah telah berfirman:
"Hai orang-orang beriman! Janganlah halian membunuh binatang buruan, sewaktu halian dalam ihram! Barang siapa di antara kalian yang membunuhnya dengan sengaja, maka hendaklah ia membayar denda berupa binatang ternak yang sebanding dengan hewran yang dibunuhnya itu, yang untuk menetapkannya diputuskan oleh dua orang yang adil di antara kalian sebagai hahimnya ... !" (Q.S. 5 al-hlaidah: 95)
Nah, atas nama Allah cobalah jawab: "Manakah yang lebih penting, bertahkim kepada manusia demi menjaga darah kaum Muslimin, ataukah bertahkim kepada mereka mengenai seekor kelinci yang harganya seperempat dirham ... ?"
Para pemimpin Khawarij itu tertegun menghadapi logika tajam dan tuntas itu. Kemudian "kyai ummat ini" melanjutkan bantahannya: -
"Tentang ucapan tuan-tuan bahwa ia perang tetapi tidak melakukan penawanan dan merebut harta rampasan, apakah tuan-tuan menghendaki agar ia mengambil Aisyah istri Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dan Ummul Mu'minin itu sebagai tawanan, dan pakaian berkabungnya sebagai barang rampasan ... ?"
Di sini wajah orang-orang itu jadi merah padam karena main, lain menutupi muka mereka dengan tangan ...,sementara Ibnu Abbas beralih kepada soal yang ketiga katanya: -
"Adapun ucapan tuan-tuan bahwa ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu'minin dari dirinya sampai selesainya tahkim, maka dengarlah oleh tuan-tuan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam di hari Hudaibiyah, yakni ketika ia mengimlakkan surat perjanjian yang telah tercapai antaranya dengan orang-orang Quraisy. Katanya kepada penuiis: "Tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad Rasulullah ... ". Tiba-tiba utusan Qnraisy menyela: 'Demi Allah, seandainya kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentulah kami tidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula akan memerangimu ... ! Maka tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !" Kata Rasulullah kepada mereka: "Demi Allah, sesungguhnya saya ini Rasulullah walaupun kamu tak hendak mengakuinya…"
Lalu kepada penulis surat perjanjian itu diperintahkannya: "Tulislah apa yang mereka kehendaki! Tulis: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !"
Demikianlah, dengan cara yang menarik( dan menakjubkan ini, berlangsung soal jawab antara Ibnu Abbas dan golongan Khawarij, hingga belum lagi tukar fikiran itu selesai, duapuluh ribu orang di antara mereka bangkit serentak, menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikan diri mereka dari memusuhi Imam Ali... !
Ibnu Abbas tidak saja memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan semata, tapi di samping itu ia memiliki pula kekayaan yang lebih besar lagi, yakni etika ilmu serta akhlak para ulama. Dalam kedermawanan dan sifat pemurahnya, Ia bagaikan Imam dengan,panji-panjinya. Dilimpah-ruahkannya harta bendanya kepada manusia, persis sebagaimana ia melimpah ruahkan ilmunya kepada mereka....
Orang-orang yang sesama dengannya, pernah menceritakan dirinya sebagai berikut: -- "Tidak sebuah rumah pun kita temui yang lebih banyak makanan, minuman buah-buahan, begitupun ilmu pengetahuannya dari rumah Ibnu Abbas ... !"
Di samping itu ia seorang yang berhati suci dan berjiwa bersih, tidak menaruh dendam atau kebencian kepada siapa juga.
Keinginannya yang tak pernah menjadi kenyang, ialah harapannya agar setiap orang, baik yang dikenalnya atau tidak, beroleh kebaikan...!
Katanya mengenai dirinya: - "Setiap aku mengetahui suatu ayat dari kitabullah, aku berharap kiranya semua manusia mengetahui seperti apa yang kuketahui itu ... ! Dan setiap aku mendengar seorang hakim di antara hakim-hakim Islam melaksanakan keadilan dan memutus sesuatu perkara dengan adil, maka aku merasa gembira dan turut mendu'akannya ..., padahal tak ada hubungan perkara antaraku dengannya ... ! Dan setiap aku mendengar turunnya hujan yang menimpa bumi Muslimin, aku merasa berbahagia, padahal tidak seekor pun binatang ternakku yang digembalakan di bumi tersebut...!"
Ia seorang ahli ibadah yang tekun beribadat dan rajin bertaubat ..., sering bangun di tengah malam dan shaum di waktu siang, dan seolah-olah kedua matanya telah hafal akan jalan yang dilalui oleh air matanya di kedua pipinya, karena seringnya ia menangis, balk di kala ia shalat maupun sewaktu membaca alquran ....Dan ketika ia membaca ayat-ayat alquran yang memuat berita duka atau ancaman, apalagi mengenai maut dan saat dibangkitkan, maka isaknya bertambah keras dan sedu sedannya menjadi-jadi ... !
Di samping semua itu, ia juga seorang yang berani, berfikiran sehat dan teguh memegang amanat ... ! Dalam perselisihan yang terjadi antara Ali dan Mu'awiyah, ia mempunyai beberapa pendapat yang menunjukban tingginya kecerdasan dan banyaknya akal serta siasatnya .... Ia lebih mementingkan perdamaian dari peperangan, lebih banyak berusaha dengan jalan lemah lembut daripada kekerasan, dan menggunahan fikiran daripada paksaan...!
Tatkala Husein radhiallahu anhu bermaksud hendak pergi ke Irak untuk memerangi Ziad dan Yazid, Ibnu Abbas menasehati Husein, memegang tangannya dan berusaha sekuat daya untuk menghalanginya. Dan tatkala ia mendengar kematiannya, ia amat terpukul, dan tidak keluar-keluar rumah karena amat dukanya.
Dan di setiap pertentangan yang timbul antara Muslim dengan Muslim tak ada yang dilakukan oleh Ibnu Abbas, selain mengacungkan bendera perdamaian, beriunak lembut dan melenyapkan kesalah-pahaman
Benar ia ikut tejun dalam peperangan di pihak Imam Ali terhadap Mu'awiyah, tetapi hal itu dilakukannya, tiada lain hanyalah sebagai tamparan keras yang wajib dilakukan terhadap penggerak perpecahan yang mengancam keutuhan Agama dan kesatuan ummat... !
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, dipenuhi dunianya dengan ilmu dan hikmat, dan disebarkan di antara ummat buah nasehat dan ketaqwaannya - • • • Dan pada usianya yang ketujuhpuluh satu tahun, ia terpanggil untuk menemui Tuhannya Yang Maha Agung • - • • Maka kota Thaif pun menyaksikan perarakan besar, di mana seorang Mu'min diiringkan menuju surganya.
Dan tatkala tubuh kasamya mendapatkan tempat yang aman dalam kuburnya, angkasa bagai berguncang disebabkan gema janji Allah yang haq:
"Wahai jiwa yang aman tenteram! Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dalam keadaan ridla dan diridlai. Maka masuklah ke dalam lingkungan hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surgaKu.



Jumat, 12 November 2010

KISAH ABU HURAIRAH RADHIALLAHU 'ANHU


OTAKNYA MENJADI GUDANG PERBENDAHARAAN PADA MASA WAHYU
Memang benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan dirinya sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak yang harus membayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan penghargaan…
Shahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka…….Sungguh dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan …..Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang didengarnya, sedang ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan menyimpan…. Didengarya, ditampungnya lalu terpatri dalam ingatannya hingga dihafalkannya, hampir tak pemah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa pun telah berganti-ganti. Oleh karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah sehingga termasuk yang terbanyak menerima dan menghafal Hadits, serta eriwayatkannya.
Sewaktu datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits-hadits bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah saw. mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan ketenararnya dalam meriwayatkan Hadits dari Nabi saw., hingga sering mereka mengeluarkan sebuah "hadits", dengan menggunakan kata-kata: -- "Berkata Abu Hurairah... "
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi saw. menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup mereka untuk berhidmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan ke dalamnya:')
Di sana Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan penambahan-penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya……
******
Setiap anda mendengar muballigh atau penceramah atau khatib Jum'at mengatakan kalimat yang mengesankan dari Abu Hurairah r.a berkata ia, telah bersabda Rasulullah saw …..." Saya katakan ketika andamendengar nama ini dalam rangkaian kata tersebut, dan ketika anda banyak menjumpainya, yah banyak sekali dalam kitab-kitab Hadits, sirah, fiqih serta kitab-kitab Agama pada umumnya, maka diketahuilah bahwa anda sedang menemui suatu pribadi, antara sekian banyak pribadi yang paling gemar bergaul dengan Rasulullah dan mendengarkan sabdanya…..Karena itulah perbendaharaannya yang menakjubkan dalam hal Hadits dan pengarahan-pengarahan penuh hikmat yang dihafalkannya dari Nabi•saw. jarang diperoleh bandingannya ... Dan dengan bakat pemberian Tuhan yang dipunyainya beserta perbendaharaan Hadits tersebut, Abu Hurairah merupakan salah seorang paling mampu membawa anda ke hari-hari kehidupan Rasulullah saw beserta para sahabatnya dan membawa anda berkeliling, asal anda beriman teguh dan berjiwa siaga, mengitari pelosok dan berbagai ufuk yang membuktikan kehebatan Muhammad saw. beserta shahabat-shahabatnya itu dan memberikan makna kepada kehidupan ini dan memimpinnya ke arah kesadaran dan pikiran sehat. Dan bila garis-garis yang anda hadapi ini telah menggerakkan kerinduan anda untuk mengetahui lebih dalam tentang Abu Hurairah dan mendengarkan beritanya, maka silakan anda memenuhi keinginan anda tersebut……
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan menjadi induk semang atau majikan…..
Dari seorang yang terlunta-lunta di tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan …. ! Dan dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa …. Inilah dia sekarang bercerita dan berkata: -
"Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin .... Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku • • ! Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian .... Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan ummat…..!"
***** *
Ia datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan kerinduan …. Dan semenjak ia bertemu dengan Nabi Saw; dan berbai'at kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi daripadanya kecuali pada saat-saat waktu tidur .... Begitulah berjalan selama masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw. yakni sejak ia masuk islam sampai wafatnya Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: "Waktu yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran... !'
*****
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti kepada Agama Allah. Pahlawan perang dikalangan shahabat, banyak.... Ahli fiqih, juru da'wah dan para guru juga tidak sedikit .... Tetapi lingkungan dan masyarakat memerlukan tulisan dan penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya,jadi bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja, tidak mementingkan tulis menulis. Dan tulis menulis itu belum Lagi merupakan bukti kemajuan di masyarakat manapun.
Bahkan Eropah sendiri juga demikian keadaannya sejak kurun waktu yang belum lama ini. Kebanyakan dari raja-rajnya, tidak terkecuali Charlemagne sebagai tokoh utamanya, adalah orang-orang yang buta huruf, tak tahu tulis baca, padahal menurut ukuran masa itu, mereka memiIiki kecerdasan dan kemampuan besar....
*****
Kembali kita pada pembicaraan bermula untuk melihat Abu Hurairah, baganana ia dengan fitrahnya dapat menyelami kebutuhan masyarakat baru yang dibangun oleh Islam, yaitu kebutuhan akan orang-orang yang dapat melihat dan memelihara peninggalan dan ajaran-ajarannya. Pada waktu itu memang para shahabat yang mampu menulis, tetapi jumlah mereka sedikit sekali, apalagi sebagiannya tak mempunyai kesempatan untuk mencatat Hadits-hadits yang diucapkan oleh Rasul.
Sebenamya Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempata atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan diurus....
Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk Islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap menyertai majlisnya .. Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi dengan do'a Rasul ""•, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Ia menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan karunia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian ....
****
Abu Hurairah bukan tegolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan, ia adalahseorang yang terampil menghafal lagi kuat ingatan .... Karena ia tak punya tanah yang akan ditanami atau perniagaan yang akan menyibukkannya, ia tidak berpisah hengan Rasul, baik dalam perjalanan maupun di kala menetap....
Begitulah ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal Hadits-hadits Rasulullah saw dan pengarahannya. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul'Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan Hadits hadits, yang menyebabkan sebagian shahabatnya merasa heran sambil bertanya-tanya di dalam hati, dari mana datangnya hadits-hadits ini, kapan didengarya dan diendapkannya dalam ingatannya ....
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang menulari putra shahabatnya, maka katanya: "Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan Hadits dari Nabi saw.... Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tak ada menceritakan hadits-hadits itu…..? Ketahuilah, bahwa shahabat-sahahabatku orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang shahabat-shahabatku orang-orang Anshar sibuk degan tanah pertanian mereka…..Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain absen ...dan aku selalu ingat seandainya mereka lupa karena kesibukan...
Dan Nabi saw. pernah berbicara kepada kami di suatu hari, kata beliau:
"Siapa yang membentangkan sorbannya hingga selesai pembicraanku, kemudian ia meraihnya ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah didengarya dari padaku,.. !"
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar daripadanya ... ! Demi Allah kalau tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikit jua pun! Ayat itu ialah:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para pengutuk (Malaikat-malaikat) ….. !"
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw.
Yang pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat....
Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya ... !
Oleh sebab itulah ia harus saja memberitakan, tak suatupun yang menghalanginya dan tak seorang pun boleh melarangnya ... hingga pada suatu hari Amirul Mu'minin Umar berkata kepadanya: "Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! Bila tidak, maka akan kukembalikan kau ke tanah Daus... !" (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari.suatu pandangan yang dianut oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali al-quran sampai ia melekat dan mantap dalam hati sanubari dan pikiran….
Al-quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan kamus lengkapnya dan terlalu banyaknya' cerita tentang Rasulullah saw. teristimewa lagi pada tahun-tahun menyusul wafatnya Nabi saw., saat sedang dihimpunnya Al-Quran, dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan campur-baur yang tidak berguna dan tak perlu terjadi ... !
Oleh karena ini, Umar berpesan: "Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam Allah…"'•. Dan katanya lagi : "Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang mengenai amal perbuatannya!"
Dan sewaktu beliau mngutus Abu Musa al-Asy'ari ke Irak ia berpesan,kepadanya: -- 'Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan al-quran seperti suara lebah. maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda binbangkan merek adengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini….!"
Al-qur'an sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya….. Adapun hadits, maka umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah SAW dan merugikan Agama Islam…..
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadits yang pemah didengar dan ditangkapnya tetap saja disampaikan dan dikatakannya....
******
Hanya terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena seringnya ia bercerita dan banyaknya Haditsnya yaitu adanya tukang hadits yang lain yang menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw. dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para shahabat tidak merasa puas terhadap sebagian besar dari Hadits-haditsnya. Orang itu namanya Ka'ab al-ahbaar, seorang Yahudi yang masuk Islam.
*****
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits-hadits dari Rasusullah saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan lagi Hadits-hadits yang dulu itu yang telah ditulis sekretarisnya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah walau agak sepatah kata pun ……..!
Ia berkata tentang dirinya: -- "Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak ..; ". Dan Imam Syafi'i mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: -- "la seorang yang paling banyak hafal di antara seluruh perawi Hadits sesamanya". Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: --"Ada delapan ratus orang atau lebih dari shahabat tabi'in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah".
Demikianlah Abu hurairah tak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kelestarian dan keabadiannya ....
Abu Wuiairah termasuk orang ahli ibadat yang mendekatkan diri kepada Allah, selalu melakukan ibadat bersama isterinya dan anak-anaknya semalam-malaman secara bergiliran; mula-mula ia berjaga sambil shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh puterinya... " Dengan demikian, tak ada satu saat pun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung di sana ibadat, dzikir dan shalat!
Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul saw. ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan pernah ia menceritakan kepada kita bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit perutnya, maka diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya dan ditekannnya ulu hatinya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid rambil menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan, padahal sama sekali bukan .. .!
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan menekan perasaan Abu Huraiiah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali satu masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu ialah mengenai ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam .... Bukan hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya…
Pada suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan bagi Abu Hurairah tentang Rasulullah saw., hingga ia tak dapat menahan tangisnya dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul....Marilah kita dengarkan ia menceritakan lanjutan berita kejadian itu sebagai berikut:
Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu kataku: --''Ya Rasulallah, aku telah meminta ibuku masuk islam, Ajaranku itu ditolaknya, dan hari ini aku pun baru saja, memintanya masuk Islam. Sebagai jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri Anda. Karenanya mohon anda du'akan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam…."
Maka Rasulullah saw. berdu'a: "Ya Alloh tunjukkilah ibu Abu Hurairah!"
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan kabar gembira tentang du'a Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu, kudapati pintu itu terkunci. Dari luar kedengaran hunyi gemercik air, dan suara ibu memanggilku: "Hai Abu Hurairah, tunggulah ditempatmu itu... !"
Di waktu ibu keluar ia memakai baju kurungnya, dan membalutkan selendangnya sambil mengucapkan: "Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuluh
Aku pun segera berlari menemui Rasulullah raw. sambil menangis karena gembira, sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku padanya: "Kusampaikan kabar suka ya Rasulallah, bahwa Allah telah mengabullkan du'a anda ..., Allah telah menunjuki ibuku ke dalam islam ... ". Kemudian kataku pula: "Ya Rasulallah, mohon anda du'akan kepada Allah, agar aku dan ibuku dikasihi oleh orang-orang Mu'min, baik laki-laki maupun perempuan!" Maka Rasul berdu'a: "Ya Allah, mohon engkau jadikan hambu-Mu ini beserta ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mumin, laki-laki dan perempuan ...!"
*****
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid ... tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari ibadat. Di zaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai amir untuk daerah Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apabila ia mengangkat seseorang sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga…… malah lebih utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara'! Suatu dunia lain …. Yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan… Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka iapun dipanggilnya datang ke Madinah…...Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah, memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung antaranya dengan Amirul Mu'minin Umar: -- Kata Umar: - "Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?'• Jawabku;. "Aku bukan musuh Allah dan tidak pula musuh kitab-Nya ._.hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah . . !'•- Dari mana,kau peroleh sepuluh ribu itu? -- Kuda kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan .... Kembalikan harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal)... !
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdu'a: "Ya Allah, ampunilah Amirul Mu'minin
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: -- "Kenapa, apa sebabnya?" Jawab Abu Hurairah: "Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul... !"
Kemudian katanya lagi: "Dan aku takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih ... !"
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah .... Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendu'akannya cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohan kepada Allah dengan berkata: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu,
Semoga Engkau pun demikian ... !" Dalam usia 78 tahun, tahun yang ke-59 Hijriyah ia pun berpulang ke rahmatullah.
Di sekeliling orang-orang shaleh penghuni pandam pekuburan Baqi', di tempat yang beroleh berkah, di sanalah jasadnya dibaringkan ... ! Dan sementara orang-orang yang mengiringkan jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada henti-hentinya membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari Rasul yang mulia……..
Salah seorang di antara mereka yang baru masuk islam bertanya kepada temannya: "Kenapa syekh kita yang telah berpulang ini diberi gelar Abu Hurairah (bapak kucing)? Tentutemannya yang telah mengetahui akan menjawabnya: •'Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi, dan tatkala ia memeluk Islam, ia diberi nama oleh Rasul dengan Abdurrahman. Ia sangat penyayang kepada binatang dan mempunyai seekor kucing, yang
selalu diberinya makan, digendongnya, dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah bayang bayangnya. Inilah sebabnya ia diheri gelar "Bapak Kucing", moga-moga Allah ridla kepadanya dan menjadikannya ridla kepada Allah……..!
(DISARIKAN DARI KITAB AS SHAHABAH OLEH SYAIKH ABU ISLAM)