Surat Izin Menikah Untuk Sang Bunda!!!
By:
Ayah dan Bunda tercinta…!!! Ku
ucapkan terima kasih banyak untuk kalian; Jazakumullahu khaira wa jazakumullahu
alfirdausal a’la. yang telah menjadi orang tua yang sangat baik, menyayangi dan selalu ada
untukku kala suka maupun duka, perjuangan dan pengorbanan tanpa pamrih kalian
takkan pernah mampu terbalaskan dengan apapun jua. semoga semua kebaikan kalian
dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik balasan, semoga Allah membalas kebaikan
kalian dengan surga firdaus yaitu surga yang paling tinggi.
Bunda
Sayang…!!! dengan berlalunya waktu dalam bimbingan Ayah dan Bunda dan
kesibukanku dalam menuntut ilmu, aku sekarang bukan
lagi seorang anak kecil, dan tidak akan pernah bisa kembali untuk menjadi
kecil, aku sudah menjadi sosok yang dewasa. Aku saat ini sudah tumbuh
menjadi seorang yang dewasa dan Alhamdulillah masih senantiasa hidup di atas
Sunnah Rasulullah, dan para sahabatnya, kemudian juga telah menamatkan studinya
dalam Program S1, dan bahkan sudah menjadi sosok yang bisa dibilang mulai
berkarir. Namun seiring dengan semua ini, aku merasa ada sesuatu yang kurang
dan tidak sempurna dalam hidup ini, ada pula perasaan yang letih dan lelah dikarenakan
pada umur 24 ini, aku belum menyempurnakan agama ini, masih dalam gelora
bujangan dan pemuda yang belum menikah.
Bunda Sayang…!!! usiaku yang
sudah matang dan dewasa ini membuatku tersadar untuk ingin segera berkeluarga.
Aku mendambakan hidup yang indah dengan seseorang yang bisa mencintaiku dan
menerimaku apa adanya, seseorang yang baik akhlak dan budi pekertinya,
seseorang yang bisa menyenangkan hatiku ketika aku memandangnya, seseorang yang
dapat mengingatkanku ketika aku lalai dan berbuat kesalahan, dan seseorang yang
dapat membantuku untuk beribadah kepada Allah, seseorang yang bisa membantuku agar
lebih tegar dan memantapkan langkah ini ketika berdakwah kepada Allah.
Bundaku Sayang…!!! mungkin permohonanku kali
ini akan membuatmu kaget atau akan berat menerimanya, tapi aku harus
mengatakannya dengan kerendahan hati dan rasa harap. Bunda, Izinkan Aku
tuk menikah. yaitulah yang ku inginkan selama ini. Yang ku dambakan selama
ini, yang kukhayalkan selama ini, Dan yang ingin kutanyakan padamu Bunda.
Agak berat memang permohonan
ini terucap dari bibirku, tapi haruskah keinginan ini kupendam selamanya? Dan
sampai kapankah asa dan rasa ini akan ku derita? Kepada siapakah rasa ini akan
kubawa dan kusampaikan selain kepadamu bunda!
Bundaku Sayang…!!! Diri ini
sungguh telah lelah rasanya melangkah sendiri, merasa selalu dihantui oleh
perasaan ingin menikah. Lelah…!!! Dan teramat lelah….!!!! Untuk sebuah penantian yang
aku sendiri tidak tahu kapan berakhirnya. Selaksa doa yang terus terlantun
seakan menjadi arang untuk mengobarkan asa. Sebuah harapan untuk segera menemui
hari yang paling membahagiakan. Ya… Hari pernikahan. Hari dimana aku bisa
menumpahkan segala rasa cinta yang ada dengan halal dan penuh ridha Allah. Aku
tidak ingin merasa galau dan merasa tidak nyaman beraktivitas, aku tidak ingin aktivitas
dan ibadahku terganggu hanya karena perasaan
ini.
Sungguh aku sadari wahai
Bunda sayang,,,saat ini pernikahan adalah ujian terbesarku, orientasiku dan
fokusku tertuju kepada kata-kata “MENIKAH”. Dan kusadari pula, ujian
terbesarku saat ini adalah menahan hawa nafsu.
Itulah yang sekarang
kurasakan. Lelah pula yang kurasakan untuk tetap menjaga hati dan iman ini.
Lelah untuk istiqomah menanti hingga janji Allah tiba. Lelah untuk tetap
tersenyum dalam menghadapi setiap pertanyaan..“Kapan menikah…..?”
Bundaku Sayang…!!! Izinkanlah
hati ini tunduk dalam biduk cinta yang dinamakan dengan NIKAH. Janganlah
Bunda biarkan hatiku keras membatu
karena nafsu, Terombang-ambing di atas cinta yang kelabu, harapan fana yang
semu, Kini hatiku gelisah tak menentu Bunda. Air mata seolah tak terbendung
karena khawatir akan fitnah syahwat yang semakin hari semakin menjeratku. Aku
takut akan kehancuran pribadiku karena godaan setan mengusik sepanjang hari dan
waktu, aku merasakan iman ini sudah mulai rapuh .
Bundaku Sayang…!!! Kuingin
menikah atas perintah Allah dan Rasulnya, Aku ingin menghidupkan sunnah nabi
kita, Sungguh ku sangat khawatir dengan ujian yang sangat berat ini, aku sangat
takut terjatuh dalam kubangan dosa dan maksiat, aku juga khawatir tak mampu
menjalankan perintah Allah, Bukan berpijak nafsu atau kepentinganku semata,
tapi tuk harap ridha Allah.
Bunda…!!! Aku ingin
menjalankan Sabda Nabi kita:
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ،
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda!
Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah!
Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa)
karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.” [1]
Bunda…!!! aku
merasa sudah sanggup tuk menikah, sudah siap untuk hidup berkeluarga. Aku ingin
segera mendapatkan ketenangan hati dengan seorang bidadari dan anak. Selain
itu juga aku ingin segera membina rumah tangga yang sakinah, mawadah
warahmah dan mempunyai keturunan yang shaleh yang akan bermanfaat untuk
kedua orang tuanya. Aku yakin dengan Firman Allah ta’ala:
"Artinya
: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ruum : 21)
Bunda…!!!
istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa
ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin
tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh
karenanya Aku pun ingin bersegera untuk menikah.
Demikian
pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari
perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)
Kehadiran
sosok penyejuk hati (qurrota a’yun)
dapat memadamkan api amarah di benak ini. Allah Ta’ala
berfirman,
رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
“Dan
orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al
Furqon: 74)
Dan Tidakkah
pula Bunda ingat bahwa salah satu pahala yang tidak putus arusnya adalah doa
dari anak yang sholeh. Rasulullah bersabda:
إِذَا
مَاتَ ابْنُ ﺁدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:صَدَقَتٍ
جَارِيَةٍ,أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ,أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ.
”Jika anak Adam mati, maka terputuslah semua
amalannya melainkan tiga hal; shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shalih yang mendo’akannya. ” [2]
Bunda…!!!
kuingin menikah dengan tujuan untuk lebih menundukkan pandanganku, ku ingin
menikah untuk menjaga kesucian dan kehormatanku, untuk menjaga kemaluanku.
Karena aku menginginkan surga, aku ingin mendapatkan jaminan surga. Aku yakin
dengan sabda dan jaminan Rasulullah:
مَنْ
يَضْمَنُ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ
الْجَنَّةَ
"Artinya : Barangsiapa
yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di antara dua paha
(ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga.”[3]
Bundaku
Sayang…!!! aku ingin menyempurnakan agamaku, aku ingin
menjaga agamaku, aku ingin menyelamatkan agamaku bunda. Aku yakin dengan sabda
Rasulullah:
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ اْلإِيْمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِى
‘Barangsiapa menikah maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan
hendaklah ia bertaqwa ke-pada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." [4]
Begitu juga dalam lafazh yang lain disebutkan,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ
رَزَقَهُ اللهُ امْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ اللهُ عَلَى شَطْرِ
دِيْنِهِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِى
"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah dengan wanita (isteri)
yang shalihah, maka sungguh Allah telah membantunya untuk melaksanakan separuh
agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam menjaga separuhnya
lagi.” [5]
Bundaku
Sayang…!!! jika
bunda khawatir bila aku akan menikah,
aku akan lalai dan tidak bisa konsen untuk menuntut ilmu hanya karena pernikahan
tersebut. Maka izinkan aku tuk mengatakan:”
Bunda, justru karena tidak menikah, hatiku akan gundah dan galau dalam
kesepianku, gundah dalam penantianku, bukankah dengan menikah tersebut akan
membuat hati kita menjadi tenang dan tenteram? Mungkin dengan menikahlah hatiku
akan menjadi lebih tenang dan nyaman dalam menuntut ilmu, tidak ada kendala dan
tidak ada lintasan fikiran yang tidak-tidak dalam benakku.
Bahkan
jika daku belum menikah, maka pada hakikatnya diri ini mungkin akan terus
terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan
was-was, maka akupun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika aku bersegera menikah,
lalu jiwaku merasa tenang dan bahagia, maka hal ini akan lebih membantuku dalam
menuntut ilmu. Inilah yang memudahkan aku dalam belajar dan mungkin tidak
seperti yang dinyatakan oleh bunda.
Bunda…!!!
bukankah nikah itu juga pada hakikatnya agar manusia merasa nyaman, tentram dan
indah dengan menikah? Bukankah Allah ta’ala berfirman:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
"Artinya
: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berfikir.” (Ar-Ruum : 21)
Bundaku
Sayang…!!! aku tahu
engkau sebenarnya sangat berat untuk memenuhi permintaan restu anakmu ini, dan
aku tahu engkau sebenarnya menginginkan kebahagiaan untuk anakmu. Maka jika Bunda
menginginkan kebahagian sebagaimana mereka bahagia, kalau Bunda menginginkan
menjaga agama anakmu sebagaimana mereka menjaga agamanya, lalu apa yang menjadi
alasan Bunda untuk menundaku untuk menikah tanpa alasan syar’i. Apakah Bunda
merasa aman dengan kemaksiatan yang telah tersebar, yang banyak orang terjatuh
kedalamnya.
Bundaku
Sayang…!!! Jika Bunda
mengatakan bahwa nikah pada saat ini akan dapat membebani aku dalam mencari
nafkah untuk anak dan istriku nanti. Maka Rintangan ini pun tidak selamanya
bisa diterima. Karena pernikahan itu akan senantiasa membawa keberkahan
(bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada kebaikan. Menjalani nikah berarti
melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah
suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan
membenarkan niatnya, maka inilah sebab datangnya kebaikan untuknya. Bunda,
bukankah semua rizki itu di tangan Allah:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ
عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“ Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.”
(QS. Hud: 6)
Dan Jika
aku segera menikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk diriku dan untuk keluargaku nanti. Allah Ta’ala
berfirman,
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)
Oleh
karenanya, menikah itu bukanlah membuatku akan merasa terbebani di luar
kemampuanku. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah
mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk
manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah
termasuk salah satu pintu yang dapat mendatangkan kebaikan bagi siapa yang
benar niatnya.
Bunda…!!!
tidak yakinkah bunda dengan firman Allah ta’ala berikut:
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara
kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha
Mengetahui.” (An-Nuur
(24): 32)
Bunda
tidak perlu khawatir dengan hal itu, tak perlu khawatir dengan rizki itu,
yakinlah bahwa Allah akan menolong hambanya, Allah akan membantu hambanya yang
ingin menikah dengan tujuan untuk memelihara dirinya dan pandangannya. Semoga
Aku juga akan termasuk di antara orang-orang yang ditolong oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan
yang ditolong oleh Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan
pandangannya, orang yang berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin
melunasi hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi budak lagi).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda menguatkan janji Allah ‘Azza wa Jalla tersebut melalui sabda beliau.
ثَلاَثَةٌ
حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ
اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ.
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: "Artinya : Ada tiga golongan manusia
yang berhak mendapat pertolongan Allah; mujahid fi sabilillah, budak yang menebus
dirinya agar merdeka, dan orang yang
menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” [6]
Dan
dalam sebuah ayat yang menunjukkan keluasan karunia Allah. Allah Ta’ala
berfirman:
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ
اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“ Dan kawinilah orang-orang yang sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk kawin) dari hamba sahayamu
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “ (Qs. An
Nisa’ : 32 )
Berkata
Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : “ ( Pada
ayat إِنْ
يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan karunia Nya ) Tidak
menghalangi mereka apa yang mereka khwatirkan dari bahwasannya jika mereka
menikah akan menjadi miskin dengan disebabkan banyaknya tanggunan dan
yang semisalnya. Didalam ayat ini terdapat anjuran untuk menikah dan janji
Allah bagi orang yang menikah dengan diberikan kekayaan setelah sebelumnya
miskin “ [7]
Bundaku
Sayang…!!! kumohon,
izinkan aku tuk menikah secepatnya. Bunda, tidak tahukah Bunda bahwa diantara
penyebab terjerumusnya seorang hamba dalam lembah-lembah kenistaan adalah
akibat menunda nikah karena karir, kuliah atau tanpa alasan syari’i lainnya!
Dan sebenarnya, Karir apa yang Bunda inginkan
dari anakmu ini jika aku harus mempertaruhkan
agama demi karirku….!!! Bukankah keselamatan agama dan menjaga keimanan merupakan
hal yang sangat terpenting bagi kita… Tidak khawatirkah Bunda terhadap diriku
akan terjatuh kedalam kemaksiatan-kemaksiatan yang tiada ujungnya.? Bunda, bukanlah yang halal itu jauh
lebih baik dari perkara yang haram tersebut?, kumohon, jangan jadikan aku
diperdaya oleh hawa nafsu dan dunia.
Begitulah
Bunda sayang, aku tidak ingin berlama membujang, aku juga tidak ingin seperti para
rahib dan pendeta yang tidak menikah, aku tidak ingin membuat hatiku keruh
karena hawa nafsu, aku tidak ingin pula melawan sunnah Rasulullah dan kodrat
Allah ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluk-Nya.
Aku tidak mau dikatakan sebagai seorang yang
lemah atau pelaku maksiat, dikarenakan aku belum menikah. Ibrahim bin Maisarah
berkata, “Thawus berkata kepadaku, ‘Engkau benar-benar menikah atau aku
mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan ‘Umar kepada Abu Zawaid: Tidak
ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau kejahatan
(banyak-nya dosa)." [8]
Bagaimana
jika (semoga Allah menjaga kita semua) Bunda menghalangiku untuk berbuat
kebaikan dan aku menunda menikah tanpa alasan syar’i menjadi sebab aku terjatuh
kedalam perbuatan zina, padahal Allah Ta’ala berfirman
Artinya : ” Dan janganlah
kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’ : 32)
Allah
Ta’ala juga berfirman pada ayat lain
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ
إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
” Dan orang-orang yang tidak
menyembah sesembahan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa (nya)…….. “ ( Qs. Al Furqan 67 – 68 )
Berkata
Syaikh Sa’di Rahimahullah : ” Dan nash firman
Allah Ta’ala tentang ketiga dosa ini merupakan dosa besar yang paling
besar, perbuatan syirik di dalamnya terdapat merusak agama, membunuh di dalamnya
terdapat merusak badan dan zina di dalamnya terdapat merusak kehormatan”[9]
Bunda...!!!
Siapa yang menjamin aku akan selamat dari perbuatan maksiat? Tidak ada Bunda..
atau apakah hanya karena aku belum berkarir Bunda akan pertaruhkan agama anakmu
dan Bunda pertaruhkan kejernihan hati anakmu? Bukankah Bunda akan merasa sedih
kalau aku sampai terjatuh kedalam perbuatan
maksiat?
Bundaku
sayang!!! Tidak inginkah Bunda melihat anakmu ini hidup dengan kehidupan yang
sempurna sebagai seorang manusia dengan didampingi seorang istri sholehah? tidak
inginkah bunda aku merasakan hidup sakinah dengan ditemani seorang istri yang
penyayang lagi penurut? tidak inginkah bunda melihat aku bahagia sebagaimana
kebahagian seorang suami istri yang menggandeng buah hatinya pergi ke majelis
ilmu? atau tidak inginkah Bunda melihat aku bahagia sebagaimana kebahagian keluarga fulan
yang bercanda dengan buah hatinya?
Bunda...!!!
setelah aku berdo’a kepada Allah, bangun
di tengah malam, meminta ampunan kepada Allah dan berdo’a agar segera dikaruniai
isteri yang shalihah. Aku ingin Bunda merestuiku untuk segera menikah. Aku ingin
Bunda membantuku untuk menjalankan syari’at islam ini.
Bukankah
Allah Ta’ala berfirman
” dan tolong menolonglah kamu
dalam kebaikan dan ketakwaan.“ ( Qs. Maidah : 2 )
Bukankah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda :
وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
Berkata
Syaikh Shaleh Alu Syaikh Hafidzahullah : ” Di dalam hadist ini
terdapat anjuran kepada seseorang untuk menolong saudaranya dengan sebesar –
besar anjuran, anjuran bahwasannya seorang hamba apabila menolong saudaranya
maka Allah akan menolongnya, apabila kamu membantu kebutuhan saudaramu, Allah
akan membantu kebutuhanmu, jika kamu membantu kaum muslimin, dan suatu saat
kamu butuh bantuan maka Allah akan membantumu dan ini keutamaan dan pahala yang
sangat besar “[11]
Bunda
Sayang…!!! jodoh memang ada di tangan Allah. Tapi, kalau kita tidak berusaha
menjemputnya, akan terus di tangan Allah. Tidak akan pernah sampai di tangan
kita. Biarkan aku mencoba menjemputnya dengan memperbaiki diri.
Bundaku
Sayang…!!! izinkan aku
untuk bertanya kembali, adakah yang
lebih besar dari ta’awun yang dengan sebab ta’awun dan ridha serta restu Bunda
tersebut dapat menjadi sebab selamatnya anakmu ini dari kemaksiatan?
Karena
dengan restu dan izin menikah dari Bunda tersebut, Bunda telah ta’awun dan
membantu anakmu, karena restu Bunda tersebut adalah menjadi sebab terjaganya
anakmu ini dari perbuatan maksiat.
Dan bukankah
Allah Ta’ala dan Rasul Nya menganjurkan kita untuk menikah, Allah Ta’ala
berfirman :
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً
” Maka nikahillah perempuan
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan
mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.“ ( Qs.
An Nisa’ : 3 )
Begitu
juga Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ،
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda!
Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah!
Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa)
karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.” [12]
Berkata
Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Di dalam hadist ini terdapat
anjuran dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam untuk para pemuda, khususnya para
pemuda kaum muslimin, dikarenakan syahwat para pemuda lebih kuat
dan kebutuhan untuk menikah disisi mereka lebih banyak, karena inilah
dianjurkan bagi mereka untuk menikah “ [13]
Oleh
karena itu, aku ingin berkata kembali ” Izinkan Aku tuk Menikah“,
menjalankan perintah Allah dan Rasul Nya, membina rumah tangga sakinah semoga
dengan itu Allah menjaga agama dan diri kita dari kemaksiatan.
Bunda,
Kuhadirkan perkataan seorang ulama yang menjelaskan hukum dan manfaat menikah
sebagai hadiah dariku untuk Bunda, Berkata Syaikh Muhammad Bin Shaleh
Al-Utsaimin Rahimahullah : ” Dan berkata sebagian Ahlu Ilmi (ulama
-penj) bahwasannya menikah hukummnya wajib secara mutlak karena asal
perintah adalah wajib. Hal ini dikarenakan perkataan Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam ” Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian mampu untuk menikah
maka menikahlah ” Al-lam li ‘Amr pada asalnya di dalam ” ‘amr : perintah
” adalah wajib kecuali ada yang memalingkannya dari perintah wajib. Disamping
itu bahwasannya meninggalkan menikah disertai kemampuan untuk menikah di dalamnya
terkandung tasyabuh (menyerupai) orang nasrani yang mereka meninggalkan menikah
dengan tujuan untuk menjadi pendeta dan tasyabuh dengan selain dari kaum
muslimin haram hukumnya. Dimana terdapat didalam menikah dari kebaikan yang
besar dan menolak kerusakkan yang banyak, bahwasannya dengan menikah dapat
lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan akan tetapi dengan adanya
syarat mampu pada pendapat ini, dikarenakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
mengkaitkan yang demikian itu dengan kemampuan sebagaimana perkataannya ”
barangsiapa diantara kalian mampu menikah ” dan dikarenakan di dalam kaidah
umum, setiap kewajiban disertai dengan syarat mampu. Pendapat wajibnya nikah
dalam sisiku lebih mendekati kebenaran “. [14]
Bunda…!!!
simaklah sebentar perkataan Syaikh
Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah: ” Diantara keutamaan menikah
adalah dengan menikah dapat menjaga kemaluan dirinya dan istrinya dan menjaga
pandangannya dan pandangan istrinya, kemudian setelah keutamaan itu lalu dalam
rangka memenuhi kebutuhan syahwatnya ” [15]
Berkata
Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : “ Wahai manusia
bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa menikah terkandung di dalamya
kebaikkan yang sangat banyak, di antaranya kesucian suami istri dan terjaganya
mereka dari terjatuh ke dalam perbuatan maksiat, Rasullullah Shallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa di antara kalian yang
mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat
lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan “[16]
Bunda…!!! perhatikah pula tentang atsar perkataan
shahabat yang mulia:
Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya aku
tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah.
Aku ingin pada malam-malam yang tersisa bersama seorang isteri yang tidak
berpisah dariku.” [17]
Bunda…!!! dapatkah kau melepasku untuk menjadi pemimpin
keluarga dan menjadi suami yang shalih seutuhnya? Untuk dapat mencintai
seseorang dan membimbing serta memberikan yang terbaik untuknya? Kuingin hidup
dengan kehidupan baru Bunda. Kehidupan yang akan ku jalani dengannya yang nantinya
akan ku pilih tuk menemaniku ke jalan Allah.
Ayah dan Bunda tersayang, apa
yang masih mengganjal di hati kalian, apakah ayah dan Bunda takut ketika aku
sudah berkeluarga akan melupakan kalian,,? Aku masih menjadi anak Ayah dan Bunda
yang memiliki kewajiban untuk berbakti dan hormat pada orang tua, pernikahan
bukan menjadi alasan untuk menghilangkan baktiku. Pernikahan bukan pula menjadi
pemisah antara anak dan orang tua. aku akan tetap berusaha melanjutkan impian
dan cita-cita yang kalian dambakan untukku. Oleh karena itu aku mohon dengan
sangat izinkan diri ini menempuh bahtera pernikahan dengan orang yang nantinya
akan menjadi pilihanku.
Bunda, Aku tahu… Tak mudah
untuk Bunda memahami ini Tapi aku yakin Bunda sayang padaku, sangat sayang. Dan mengizinkanku menikah.
Bundaku Sayang…!!! aku
mohon izinkanlah aku untuk meraih kebahagiaan itu. Sebuah kebahagiaan yang
telah didapat Ayah dan Bunda melalui pernikahan yang halal dan suci. Izinkan
aku untuk merasakan kebahagiaan bersama isteri yang shalihah dalam ikatan yang
halal dan diridhai Allah. izinkan aku untuk hidup bersama seorang bidadari dan
mengisi hari-hari bersama seperti yang telah dilalui oleh Ayah dan Ibu. Izinkan
aku untuk merasakan kebahagiaan yang bercampur kecemasan ketika menanti buah
hati kami seperti yang dirasakan Ayah dan Bunda ketika menantikan aku dulu.
Ayah dan Bunda tercinta…!!!
maafkanlah aku bila mungkin selama ini aku belumlah menjadi anak yang baik untuk
Ayah dan Bunda. Masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan yang selama ini
telah kulakukan kepada Ayah dan Bunda. masih ada banyak harapan dan mimpi Ayah
dan Bunda yang belum mampu kuwujudkan . Namun, Ayah dan Bunda tak perlu
khawatir, pernikahan ini tak berarti aku melupakan mimpi dan harapan ayah dan
Bunda terhadapku.
Meskipun telah menikah nanti,
aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap mewujudkan mimpi dan harapan Ayah
dan Bunda, aku akan terus berbakti kepada Ayah dan Bunda, akupun akan
membimbingnya agar turut membahagiakan orang tua kelak. Kami pun akan mendidik
anak-anak kami agar mereka juga berbakti kepada Ayah dan Bundanya, aku akan
mengajarkan kepada mereka bahwa Ayah dan Bunda adalah orang tua yang sangat
berjasa dalam kebahagiaan keluargaku. Karena dengan izin dan ridha Ayah dan Bunda.
aku bisa mantap dalam melangkah, dengan lantunan doa Ayah dan Bunda kami pada akhirnya
nanti akan mendapatkan kebahagiaan yang ingin kami lalui.
Ayah dan Bunda yang ku
sayang, semua ajaran dan bimbingan kalian akan menjadi bekal ku kelak ketika
membimbing keluargaku, karena untukku kalianlah guru pertamaku sehingga aku
sekarang menjadi seperti saat ini. Akan ku ajarkan keluarga kecilku kelak untuk
berbakti kepada orang tua, membekali mereka dengan agama agar hidup keluarga
kami menjadi terarah dan bahagia karena ketika menjadi seorang suami dan ayah
akupun memiliki impian agar kelak keturunanku menjadi anak yang soleh dan
solehah yang senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar. Semoga
Ayah dan Bunda dapat memahami keinginanku untuk segera menikah.
Aku tak ingin melangkah tanpa
restu kalian karena ku tahu ridho Allah ada di dalam ridho orang tua dan murka
Allah ada di dalam murka orang tua. ringankanlah kakiku melangkah, berikan anakmu
ini kesempatan untuk menunjukan bahwa anakmu ini dapat menjadi imam yang baik
dan bertanggung jawab untuk keluarganya seperti yang ayah dan bunda ajarkan
kepadaku. Aku ingin menjadi suami yang bisa membimbing istri menjadi penyejuk
dan pendamping dalam perjalanan menuju cinta Allah. Meneladani Rasulallah
sebagai pemimpin umat dan keluarga yang senantiasa mendatangkan kedamaian dan
kebahagiaan untuk semuanya.
[1] Hadits shahih:
HR. Al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no.
1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[2] HR. Muslim no.
1391
[3] Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6474, 6807), dari Sahl bin Sa’ad
radhiyallaahu ‘anhu.
[4] Hadits hasan:
Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 7643, 8789). Syaikh
al-Albani rahimahullaah menghasankan hadits ini, lihat Silsilah al-Ahaadiits
ash-Shahiihah (no. 625).
[5] Hadits hasan
lighairihi: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 976) dan
al-Hakim dalam al-Mustadrak (II/161) dan dishahihkan olehnya, juga disetujui
oleh adz-Dzahabi. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (II/404, no. 1916)
[6] Hadits hasan:
Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251, 437), an-Nasa'i (VI/61), at-Tirmidzi (no.
1655), Ibnu Majah (no. 2518), Ibnul Jarud (no. 979), Ibnu Hibban (no. 4030,
at-Ta’liiqatul Hisaan no. 4029) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”
[8] Diriwayatkan
oleh ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10384), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/6, no.
16142), Siyar A’lamin Nubala (V/48).
[10] HR. Muslim :
2699 dari shahabat Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
[12] Hadits shahih:
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400),
at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), dari ‘Abdullah bin Mas’ud
radhiyallaahu ‘anhu.
[14] Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaq’ni, Syaikh
Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin, Kitab Nikah hal : 12.
[17] Lihat
Mushannaf ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10382), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7,
no. 16144) dan Majma’uz Zawaa'id
(IV/251).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar