الصفحة البسيطة

Sabtu, 16 November 2013

Solusi Dari Beberapa Alasan Orang Menunda Pernikahan



Solusi Dari Beberapa Alasan Orang Menunda Pernikahan

By: Sofyan Hadi As Sasaky, S.Pd.I

 

1.      Meningkatkan kesadaran dan memberikan wejangan yang banyak tentang tujuan, adab dan hikmah dari pernikahan dengan cara yang mudah dan cepat dipahami oleh masyarakat. Sehingga tidak ada lagi orang yang menunda waktu nikah atau tidak mau menikah sama sekali, maka diharapkan kepada para da’i dan para juru tulis untuk memfokuskan diri dalam membahas permasalahan ini.
2.      Memberikan rumor atau pandangan yang positif bagi orang yang ingin menikah, baik laki-laki maupun perempuannya dan memahami masalah ini dengan benar.
3.      Mengingatkan kepada mereka bahwa sebaik-baiknya umur dalam menikah adalah ketika masih muda, hal  ini sebagai bentuk penjagaan diri mereka, maka cukup bagus ucapan seseorang yang di tanya tentang usia yang cocok untuk menikah. Dia berkata: kapan waktu yang cocok ketika seseorang akan makan? Maka orang yang cerdik akan menjawab: ketika orang tersebut merasa lapar. Maka usia setelah baligh dan matang itu sudah cocok untuk menikah dikarenakan kebutuhan nurani dan untuk lebih menjaga kesucian jiwa dan hatinya.
4.      Usaha dari orang tua dan kerabat dalam menyegerakan pernikahan putra putri mereka pada usia muda dan mengingatkan mereka tentang bahayanya perilaku menyimpang pada usia muda dan menyia-nyiakan masa muda tanpa ada faedah.
Abu Hurairah mengabarkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”[1]
Abu Hatim Al-Muzani juga menyampaikan hadits yang sama namun dengan lafadz sedikit berbeda:
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ
“Apabila datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkannya dengan wanita kalian. Bila tidak, akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan.[2]
Ketika para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami tetap menerimanya walaupun pada diri orang tersebut ada sesuatu yang tidak menyenangkan kami?” Rasulullah  menjawab pertanyaan ini dengan kembali mengulangi hadits di atas sampai tiga kali.
5.      Merealisasikan hadist nabi dalam acara pernikahan tanpa berlebih-lebihan dan memberatkan diri dan menjadikannya mudah dan singkat.
Ketika Rasulullah mengetahui sahabatnya ‘Abdurrahman B. ‘Auf baru sahaja bernikah, Rasulullah pun berkata kepadanya (sambil terlebih dahulu mendoakannya) :
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Barakallahu laka (semoga Allah memberi berkah kepadamu), adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”[3]
Berdasarkan hadis ini, mengadakan walimah (menjamu orang makan) dengan sebab pernikahan adalah disyari’atkan. Walaupun begitu, walimah tidaklah mesti dilakukan dengan seekor kambing. Tetapi perlulah bersesuaian dengan kemampuan suami. Ini kerana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri pernah melaksanakan walimah ketika pernikahannya bersama Shafiyah dengan menyediakan campuran kurma tanpa biji yang dicampur keju dan tepung hasil sumbangan para sahabat yang hadir sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhari. Terdapat juga hadis yang menunjukkan Rasulullah hanya menjemput beberapa orang lelaki meramaikan walimah perkahwinannya di waktu yang lain.

            Ia tidaklah seperti sebahagian daripada kita hari ini yang berlebih-lebihan dalam walimah sehingga sampai meminjam uang dan memberatkan diri demi merealisasikan perkahwinan yang dilihat mewah dan megah.
Menurut sunnah, hendaknya acara walimah yang dianjurkan Rasulullah itu tidak lebih dari sekadar jamuan makan dengan bergembira meriahkan pasangan yang menikah. Ini berlangsung dengan cara menghadiri dan mendoakannya dengan kebaikan.
Begitu pula walimah itu tidak sewajarnya diiringi dengan kemungkaran-kemungkaran dan maksiat. Sangat menyedihkan perkara-perkara maksiat dalam acara-acara walimah hari ini dilihat begitu merajalela. Maka Perkara ini wajib kita sadari dari awal agar tidak terus menular.

            Dari itu, mudahkanlah pernikahan dan acara walimahnya. Ambillah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai pedoman dan ikutan. Berbanggalah dengan kemuliaan Islam, bukan dengan maksiat, kemungkaran dan pemubaziran.
6.      Mengajak dan menyeru  manusia agar mempermudah dalam masalah mahar alias mas kawin karena diantara petunjuk nabi adalah meringankan seseorang dalam masalah mahar.
Berlebih-lebihan dalam mahar termasuk problem terbesar yang menghalangi pemuda dan pemudi dari pernikahan. Padahal seorang laki-laki rindu untuk berdampingan dengan seorang wanita sebagai istrinya. Dan sebaliknya, seorang wanita rindu untuk berdampingan dengan seorang lelaki sebagi suaminya. Akan tetapi mahalnya mahar menjad rintangan terbesar bagi keduanya.
Bahkan para pemudi telah menjadi barang dagangan yang diperdagangkan oleh ayah-ayah mereka sekehendaknya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai para Ayah, apakah engkau senang putrimu serupa dengan kambing yang diperjualbelikan? Bertakwalah kepada Allah karena putrimu adalah amanah yang di letakkan di lehermu, engkau akan ditanya tentangnya pada hari kiamat nanti.
Ahlussunnah wal Jama’ah, mereka telah memberikan peringatan terhadap perkara ini, mengarahkan dan memberikan nasehat
Siapa yang membuat sunnah yang baik dalam Islam, maka dia mendapatkan pahala karenanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun?
Rasulullah juga bersabda tentang anjuran untuk mempermudah masalah mahar, beliau berkata:
إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ : تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا ، وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا ، وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا
“Di antara kebaikan wanita adalah mudah urusan melamarnya, mudah maharnya (maskahwin), dan mudah rahimnya (mudah melahirkan zuriat).” [4]
Umar Bin Khattab juga pernah berkata:
لَا تُغَالُوا صَدَاقَ النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرُمَةً فِي الدُّنْيَا أَوْ تَقْوًى عِنْدَ اللَّهِ كَانَ أَوْلَاكُمْ وَأَحَقَّكُمْ بِهَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصْدَقَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا أُصْدِقَتْ امْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُثَقِّلُ صَدَقَةَ امْرَأَتِهِ حَتَّى يَكُونَ لَهَا عَدَاوَةٌ فِي نَفْسِهِ وَيَقُولُ قَدْ كَلِفْتُ إِلَيْكِ عَلَقَ الْقِرْبَةِ أَوْ عَرَقَ الْقِرْبَةِ وَكُنْتُ رَجُلًا عَرَبِيًّا مَوْلِدًا مَا أَدْرِي مَا عَلَقُ الْقِرْبَةِ أَوْ عَرَقُ الْقِرْبَةِ
Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam masalah mahar wanita, karena jika perbuatan itu terhormat di dunia atau merupakan ketaqwaan kepada Allah, maka orang yang lebih patut dalam hal itu adalah Nabi , sementara Rasulullah tak memberikan mahar kepada istri-istrinya & juga tak meminta mahar untuk anak-anak perempuannya melebihi dari dua belas uqiyah, sesungguhnya seorang lelaki pasti akan merasa berat dangan mahar istrinya hingga hal itu menjadi musuh bagi dirinya & akan berkata; 'aku terbebani untuk mengalungi qirbah (bejana dari kulit) ini karena kamu. (Abul 'Auja`) berkata; saat itu aku seorang anak Arab yg masih kecil, aku tak tahu apa itu mengalungi bejana.” [5]
Imam Bukhari di dalam Shahihnya membuat bab : “Nikah dengan menjadikan ayat Al Quran sebagai mahar tanpa memberikan mahar yang lainnya?. Kemudian beliau berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdillah, dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dia berkata, Aku mendengar Abu Hazim berkata, “Aku mendengar Sahl bin Sa’ad As Sa’idi berkata, “Aku ada di antara orang-orang yang berada di sisi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika berdiri seorang wanita seraya berkata, “Ya Rasulullah, wanita ini telah menyerahkan diri (menghadiahkan dirinya) kepadamu. Maka lihatlah wanita ini dan apa pendapatmu?? Namun beliau tidak memberikan jawaban apapun. Kemudian wanita itu berdiri lagi dan dia mengatakan. “Ya Rasulullah, wanita ini telah menyerahkan dirinya kepadamu, maka lihatlah bagaimana pendapatmu.? Rasulullah juga tidak menjawab apa-apa. Kemudian wanita itu berdiri untuk ketiga kalinya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, wanita ini telah menyerahkan diri dan menghadiahkan dirinya kepadamu, maka lihatlah dan bagaimana pendapatmu.? Melihar Rasulullah tidak memberi komentar apapun, berdirilah seseorang seraya berkata, “Ya Rasulullah, nikahkanlah aku dengan wanita itu.? Rasulullah bertanya, “Apakah engkau memiliki sesuatu sebagai mahar ?? Dia menjawab, “Tidak ada.? Kata Rasulullah, “Pergilah dan carilah mahar walaupun cincin dari besi.? Maka orang itu pergi dan mencari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai mahar. Kemudian dia datang kembali seraya berkata, “Aku tidak mendapatkan apapun walau sekedar cincin dari besi.? Maka Rasulullah bersabda “Apakah engkau memiliki hafalan dari Al Quran?? Dia mengatakan, “Ya, aku menghafal surat ini dan surat itu? Maka Rasulullah pun berkata, “Sungguh aku telah menikahkanmu denga dia dengan apa yang ada padamu dari ayat-ayat Al Quran.?[6]
Abu Salamah bin Abdurrahman berkata,
سَأَلْتُ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمْ كَانَ صَدَاقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ صَدَاقُهُ لِأَزْوَاجِهِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً وَنَشًّا قَالَتْ أَتَدْرِي مَا النَّشُّ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَتْ نِصْفُ أُوقِيَّةٍ فَتِلْكَ خَمْسُ مِائَةِ دِرْهَمٍ فَهَذَا صَدَاقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَزْوَاجِهِ
Aku bertanya kepada Aisyah, istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Berapa besar mahar yang diberikan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam? Aisyah menjawab, “Mahar beliau yang diberikan untuk istri-istrinya sebesar 12 uqiyah dan nasya? Aisyah berkata, Apakah engkau tahu apakah nasya itu? Aku berkata, “Tidak? Kata Aisyah, “Nasya adalah ½ uqiyah. Maka besarnya sekitar 500 dirham. Demikianlah mahar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk istri-istrinya? [7]
Ibnu Abbas berkata, “Tatkala Ali menikahi Fatimah, bersabdalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada Ali, “Berikanlah sesuatu sebagai mahar untuk Fatimah? Ali menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa? Rasulullah berkata, “Mana pakaian besimu?? [8]
Anas bin Malik mengkhabarkan bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat pada Abdurrahman bin Auf ada bekas wewangian yang biasa dipakai oleh perempuan. Maka beliau pun bertanya, “Apa ini?? Kata Abdurrahman, “Wahai Rasulullah, aku baru saja menikahi wanita dengan mahar sebesar biji kurma emas. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فَبَارَكَ اللَّهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Semoga Allah memberkahimu, adakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing [9]
 Syaikh Bin Bazz Rahimahullah berfatwa tentang mahar yang berlebih-lebihan:
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya melihat dan semua juga melihat bahwa kebanyakan orang saat ini berlebih-lebihan di dalam meminta mahar dan mereka menuntut uang yang sangat banyak (kepada calon suami) ketika akan mengawinkan putrinya, ditambah dengan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi. Apakah uang yang diambil dengan cara seperti itu halal ataukah haram hukumnya ?
Jawaban
Yang diajarkan adalah meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan, sebagai pengamalan kita kepada banyak hadits yang berkaitan dengan masalah ini, untuk mempermudah pernikahan dan untuk menjaga kesucian kehormatan muda-mudi.
Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini,  ini adalah hak perempuan (calon istri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan putrinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya". [An-Nur : 32]
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menikahkan seorang shahabat dengan perempuan yang menyerahkan dirinya kepada beliau, ia bersabda.
"Artinya : Carilah sekalipun cincin yang terbuat dari besi".[10]
 Ketika shahabat itu tidak menemukannya, maka Rasulullah menikahkannya dengan mahar "mengajarkan beberapa surat Al-Qur'an kepada calon istri".
Mahar yang diberikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada istri-istrinya pun hanya bernilai 500 Dirham, yang pada saat ini senilai 130 Real, sedangkan mahar putri-putri beliau hanya bernilai 400 Dirham. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tuladan yang baik".[Al-Ahzab : 21]
Manakala beban biaya pernikahan itu semakin sederhana dan mudah, maka semakin mudahlah penyelamatan terhadap kesucian kehormatan laki-laki dan wanita dan semakin berkurang pulalah perbuatan keji (zina) dan kemungkaran, dan jumlah ummat Islam makin bertambah banyak.
Semakin besar dan tinggi beban perkawinan dan semakin ketat perlombaan mempermahal mahar, maka semakin berkuranglah perkawinan, maka semakin menjamurlah perbuatan zina serta pemuda dan pemudi akan tetap membujang, kecuali orang dikehendaki Allah.
Maka nasehat saya kepada seluruh kaum muslimin di mana saja mereka berada adalah agar mempermudah urusan nikah dan saling tolong menolong dalam hal ini. Hindari, dan hindarilah perilaku meununtut mahar yang mahal, hindari pula sikap memaksakan diri di dalam pesta pernikahan. Cukuplah dengan pesta yang dibenarkan syari'at yang tidak banyak membebani kedua mempelai.
Semoga Allah memerbaiki kondisi kaum muslimin semuanya dan memberi taufiq kepada mereka untuk tetap berpegang teguh kepada sunnah di dalam segala hal.[11]
7.      Memberikan motivasi, anjuran dan semangat untuk menikah karena hal tersebut sunnah nabi dan dakwah nabi.
لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
"Tetapi aku sholat, tidur berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku."[12]
8.      Seyogyanya bagi orang-orang kaya dan para muhsinin untuk berusaha menolong dan menikahkan kerabatnya, keluarga-keluarganya dan teman-teman mereka dalam rangka ta’awun atau saling tolong menolong dalam menjaga putra putri mereka dari kerusakan moral.
Jika ada yang memiliki kelebihan rezeki bisa dengan membantu biaya pernikahan bagi yang masalahnya di masalah dana. Bagi anda yang bisa membantu untuk mencarikan ikhwan/akhwat bisa dengan mencarikannya(1). Atau membantu dalam perkara yang lainnya sesuai dengan kemampuannya.
Wahai saudaraku ketahuilah apa yang engkau lakukan untuk membantu saudaramu Allah akan membalasnya jika niatmu ikhlas. Adakah bantuan yang lebih besar dari seseorang membantu saudaranya dalam ketaatan kepada Allah dengan menikah sehingga dia dapat terhindar dari perbuatan maksiat. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersaba :
وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Dan Allah menolong hambanya apabila hamba itu menolong saudaranya.”[13]
Berkata Asy-Syaikh Al Allammah Shalih bin Abdul ‘Aziz Alu Syaikh hafidzahullaah“Di dalam hadits ini terdapat anjuran kepada seseorang untuk menolong saudaranya dengan sebesar-besar anjuran, anjuran bahwasannya seorang hamba apabila menolong saudaranya maka Allah akan menolongnya, apabila kamu membantu kebutuhan saudaramu, Allah akan membantu kebutuhanmu, jika kamu membantu kaum muslimin, dan suatu saat kamu butuh bantuan maka Allah akan membantumu dan ini keutamaan dan pahala yang sangat besar.” [14]
Oleh karena itu mari kita bantu saudara kita yang ingin menikah sesuai dengan kemampuan dan kelonggaran kita masing-masing. semoga Allah memudahkan saudara-saudara kita untuk segera menikah dan membalas kebaikkan anda dengan ganjaran yang lebih besar.
Bukankah Allah Ta’ala berfirman
” dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. ( Qs. Maidah : 2 )
Bukankah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Dan Allah menolong hambanya apabila hamba itu menolong saudaranya.”[15]
Berkata Syaikh Shaleh Alu Syaikh Hafidzahullah :  ” Didalam hadist ini terdapat anjuran kepada seseorang untuk menolong saudaranya dengan sebesar – besar anjuran, anjuran bahwasannya seorang hamba apabila menolong saudaranya maka Allah akan menolongnya, apabila kamu membantu kebutuhan saudaramu, Allah akan membantu kebutuhanmu, jika kamu membantu kaum muslimin, dan suatu saat kamu butuh bantuan maka Allah akan membantumu dan ini keutamaan dan pahala yang sangat besar “[16] 
9.      Hendaknya seorang pemuda yang sudah mengerti dan paham atau yang sudah menikah untuk memotivasi dan memberikan dorongan kepada teman-teman mereka untuk sesegera mungkin menikah.

10.  Kita harapkan hendaklah pemerintah menganjurkan masyarakat untuk menikah dan tidak menahan atau tidak melarang mereka menikah karena pernikahan itu jauh lebih baik daripada melajang yang tidak ada manfaatnya, hal ini juga salah satu cara untuk meminimalisir kenakalan atau perilaku menyimpang pada remaja serta tindakan-tindakan amoral dan kriminal pada masyarakat sehingga mereka pun hidup dengan tenang, bahagia dan nyaman.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kaum muda
untuk menyegerakan menikah sehingga mereka tidak berkubang dalam kemaksiatan,
menuruti hawa nafsu dan syahwatnya. Karena, banyak sekali keburukan akibat
menunda pernikahan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.” [17]
Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina,
seperti zina, kumpul kebo, dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari berbagai
macam perbuatan keji, maka hal ini adalah salah satu sebab dijaminnya ia untuk
masuk ke dalam Surga.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَضْمَنُ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
"Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di antara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga.”[18]
11.  Memberikan kabar gembira kepada para pemuda atau orang yang takut menikah atau orang yang kekurangan harta untuk menikah bahwa menikah itu adalah salah satu pintu rezeki.

Rasulullah bersabda:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah; mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan  orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” [19]
Dan dalam sebuah ayat yang menunjukkan keluasan karunia Allah. Allah Ta’ala berfirman:
“ Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk kawin) dari hamba sahayamu laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “ (Qs. An Nisa’ : 32 )
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : ( Pada ayat   إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ   Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya ) Tidak menghalangi mereka apa yang mereka khwatirkan dari bahwasannya jika mereka menikah akan menjadi miskin dengan  disebabkan banyaknya tanggunan dan yang semisalnya. Di dalam ayat ini terdapat anjuran untuk menikah dan janji Allah bagi orang yang menikah dengan diberikan kekayaan setelah sebelumnya miskin “ [20]
12.  Hendaklah seorang pemuda mengetahui bahwa hidup ini akan sangat indah bila dijalankan dalam pernikahan.
Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)
Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)
Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)
Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.
Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذا مَاتَ ابْن آدم انْقَطع عمله إِلَّا من ثَلَاثَة : صَدَقَة جَارِيَة ، وَعلم ينْتَفع بِهِ ، وَولد صَالح يَدْعُو لَهُ
“ Jika mati seorang manusia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara : Shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” [21]
Hal ini menunjukkan bahwa anak memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.
13.  Mengingatkan para pemuda agar tidak berfoya-foya dengan masa muda mereka dan tidak  menyia-nyiakan harta mereka  serta mengingatkan kepada mereka bahwa harta yang digunakan untuk berfoya-foya itu lebih banyak dan lebih berat daripada biaya untuk menikah dan biaya untuk memberi nafkah kepada istrii ketika dia menikah.
Semakin lama sepasang insan saling mengenal untuk tujuan pernikahan, maka semakin besar godaan untuk melakukan aktifitas ‘pacaran’ ala kehidupan Barat (yang sudah dianggap lumrah), yang jelas sangat dilarang dalam Islam.
Banyak perkara yang dilarang oleh Islam, namun dianggap biasa dan wajar oleh remaja (bahkan oleh orangtuanya sekalipun) di zaman ini, misalnya pergi berduaan, berpegangan tangan, saling memandang, hingga bermesaraan, bahkan mereka menganggap wajar hubungan badan yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami-istri. Menunda pernikahan bisa berakibat terjerumusnya para remaja pada perbuatan zina atau yang berpotensi mengarah ke perbuatan zina.
Padahal agama Islam yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina, mendekatinya saja diharamkan,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”. (QS. Al-Israa’:32 )
Dalam memilih pasangan hidup, Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- telah menyampaikan petunjuk yang mudah namun sangat jarang dijadikan rujukan di zaman sekarang
14.  Hendaklah bagi orang yang akan maju ke jenjang pernikahan untuk berfikir secara bijak dan hikmah yang jauh dari keegoisan dalam memilih calon suami atau istri, nabi telah memberikan metode tentang wanita yang menjadi pilihan
Sebelum memilih wanita perhatikan bagaimana syariat memerintahkan para lelaki untuk memperhatikan kriteria tersebut. Barangsiapa yang ingin menikah, maka hendaknya ia mencari seorang wanita yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a.       Taat beragama, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ: لِمَالِـهَا، وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِـهَا، وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu beruntung.” [Muttafaq ‘alaih]
b.      Masih gadis, kecuali jika ada mashlahat baginya untuk menikahi wanita janda, karena telah disebutkan dalam satu riwayat bahwasanya Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu berkata:
تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَقِيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: يَاجَابِرُ، تَزَوَّجْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ : بِكْرٌ أَمْ َثيِّبٌ؟ قُلْتُ: ثَيِّبٌ. فَهَلاَّ بِكْرًا تُـلاَعِبُهَا؟ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله إِنَّ لِيْ أَخَوَاتٌ، فَخَشِيْتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِيْ وَبَيْنِهِنَّ. قَالَ: فَذَاكَ إِذَنْ. إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِيْنِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا، فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Aku telah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bertanya, ‘Wahai Jabir, apakah engkau telah menikah?’ aku menjawab, ‘Ya.’ Kemudian beliau bertanya, ‘Dengan gadis atau janda?’ Aku menjawab, ‘Seorang janda.’ Beliau bersabda, ‘Mengapa engkau tidak memilih seorang gadis sehingga engkau dapat bercanda dengannya?’ Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku me-miliki beberapa saudara perempuan sehingga aku takut akan terjadi kesalahpahaman.’ Maka beliau bersabda, ‘Jika demikian adanya, maka tidak masalah. Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agama, harta dan kecantikannya, maka nikahilah wanita yang taat beragama niscaya engkau akan bahagia.”[22]
c.       Wanita yang subur, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ.
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya umatku (pada hari kiamat).”[23]
 Terkadang seorang pemuda yang akan menyegerakan pernikahannya akan mendapatkan penolakan dan pertentangan dari sebagian keluarganya, hal ini adalah perkara yang biasa terjadi karena beragamnya pemahaman dan pendapat manusia, maka pemuda ini hendaknya bersabar dan memperbanyak doa dan istikharah.

15.  Mengingatkan manusia tentang fadilah-fadilah dan keutamaan menikah muda dan agungnya pahala mendidik anak karena anak yang soleh adalah saham dan simpanan pahala kebaikan yang senantiasa akan mengalir pada masa hidupnya di dunia sampai meninggal dunia
Rasulullah bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ ﺁدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:صَدَقَتٍ جَارِيَةٍ,أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ,أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ.
Jika anak Adam mati, maka terputuslah semua amalannya melainkan tiga hal; shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya. ” [24]
16.  Memberikan peringatan kepada keluarga-keluarga tentang bahaya yang akan timbul kepada para pemuda dan pemudi yang menunda pernikahan bahkan terkadang sampai umur tua pun seorang perempuan masih dalam keadaan menunggu dan terus menunggu seseorang yang akan datang melamarnya

17.  Memberikan pelajaran dan peringatan kepada para bapak dan ibu untuk menyegerakan pernikahan putra putri mereka karena menunda menikah akan berdampak negatif terhadap akhlak dan agama anak-anaknya. Hal ini akan juga membuat  para bapak dan ibu mendapatkan dosa dari anaknya. Itulah akibat dari menahan anak dari fitrahnya  yang diridhai Allah.
Abu Hurairah  mengabarkan bahwa Rasulullah  pernah bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” [25]
18.  Hendaknya seorang pemuda atau pemudi untuk menulis sebuah surat atau mengatakan secara langsung kepada orang tuanya keinginannya untuk menikah dan meminta kepada orang tuanya agar tidak menolak lamaran orang yang soleh untuk menikahi dirinya dan tidak lupa mendoakan kedua orang tuanya kebaikan dan mendapatkan taufik dari Allah.

19.  Barang siapa yang ingin menghidupkan sunnah nabi yaitu dengan menikah, maka Allah akan memberikan pahala di akhirat nanti maka hendaklah wahai para bapak dan ibu untuk menyegerakan pernikahan putra putri anda sehingga anda mendapatkan pahala karena telah membantu dan menolong serta menyebarkan sunnah nabi.


[1] HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022
[2] HR. At-Tirmidzi no. 1085, hadits ini derajatnya hasan dengan dukungan hadits Abu Hurairah  di atas
[3] Hadis Riwayat al-Bukhari, Kitab an-Nikah, 16/131, no. 4758
[4] Hadis Riwayat Ahmad dan ath-Thabrani. Majma’ az-Zawa’id, 4/516, no. 7482, dan dishahihkan oleh syaikh Al Albani dalam kitab shahihul Jami’ no. 2235.
[5]  HR Ibnu Majjah No. 1877
[6]  Lihat juga Shahih Muslim No.2554
[7] HR. Muslim no. 4/144
[8] HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih
[9] HR. Bukhari no. 2048 Muslim no. 3556

[10] HR. Bukhari no. 5135
[11] Kitabud Da'wah, Al-Fatawa hal 166-168 dari Fatwa Syaikh Ibnu Baz
[12] HR. Bukhari  no. 5063 Muslim no. 3469
[13] HR. Muslim : 2699 dari shahabat Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
[14] Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah, Syaikh Shalih Alu Syaikh : 391
[15] HR. Muslim : 2699 dari shahabat Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
[16] Syarh Arbain Nawawi, Syaikh Sholeh Alu Syaikh : 391
[17] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[18] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6474, 6807), dari Sahl bin Sa’ad radhiyallaahu ‘anhu.
[19] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251, 437), an-Nasa'i (VI/61), at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518), Ibnul Jarud (no. 979), Ibnu Hibban (no. 4030, at-Ta’liiqatul Hisaan no. 4029) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”
[20] Taisiirul Karimir Rahman pada ayat ini
[21] HR. Muslim no. 4310
[22] HR. Muslim no. 3709
[23] HR. Abu Daud, dalam kitab: Nikah, bab: Larangan Menikah dengan Wanita yang Tidak Mampu Melahirkan Anak, ( 2050).
[24] HR. Muslim no. 1391
[25] HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar