شكرا على نزولكم و حضوركم في هذا الموقع

Sabtu, 16 November 2013

Surat Izin Menikah Untuk Sang Bunda!!!



Surat Izin Menikah Untuk Sang Bunda!!!

By: Sofyan Hadi Assasaky, S.Pd.I

Teruntuk ayah dan bundaku tercinta,,,,

Malam ini ku mencoba menulis surat kepada Ayah dan Bunda. Surat yang kutulis atas rasa hormat dan baktiku kepada kalian. Kurangkai kata demi kata atas nama seorang anak yang mencintai Ayah dan Bunda, serta atas nama kasih sayang tak bersyarat yang telah Ayah dan Bunda berikan kepadaku. Biarlah surat ini menjadi awalan bagiku untuk mengungkapkan niatan baik yang telah lama tersimpan.
Allah telah menganugerahkan cinta dan kasih sayang yang tak terhingga melalui diri Ayah dan Bunda, Selama ini hidupku terasa indah atas hadirnya kalian. sunguh banyak sekali warna penuh cinta yang terlukis dalam hari-hariku bersama Ayah dan Bunda. hari demi hari telah berlalu tak akan ada yang sanggup kulakukan untuk membalas jasa dan pengorbanan kalian berdua. Hanya sikap dan baktiku serta doa yang bisa kupanjatkan agar Allah membalas segala yang telah Ayah dan Bunda berikan kepadaku dengan balasan yang jauh lebih indah.
Ayah dan Bunda tercinta…!!! Ku ucapkan terima kasih banyak untuk kalian; Jazakumullahu khaira wa jazakumullahu alfirdausal a’la. yang telah menjadi orang tua yang  sangat baik, menyayangi dan selalu ada untukku kala suka maupun duka, perjuangan dan pengorbanan tanpa pamrih kalian takkan pernah mampu terbalaskan dengan apapun jua. semoga semua kebaikan kalian dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik balasan, semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan surga firdaus yaitu surga yang paling tinggi.
Bunda Sayang…!!! dengan berlalunya waktu dalam bimbingan Ayah dan Bunda dan kesibukanku dalam menuntut ilmu, aku sekarang bukan lagi seorang anak kecil, dan tidak akan pernah bisa kembali untuk menjadi kecil, aku sudah menjadi sosok yang dewasa. Aku saat ini sudah tumbuh menjadi seorang yang dewasa dan Alhamdulillah masih senantiasa hidup di atas Sunnah Rasulullah, dan para sahabatnya, kemudian juga telah menamatkan studinya dalam Program S1, dan bahkan sudah menjadi sosok yang bisa dibilang mulai berkarir. Namun seiring dengan semua ini, aku merasa ada sesuatu yang kurang dan tidak sempurna dalam hidup ini, ada pula perasaan yang letih dan lelah dikarenakan pada umur 24 ini, aku belum menyempurnakan agama ini, masih dalam gelora bujangan dan pemuda yang belum menikah.
Bunda Sayang…!!! usiaku yang sudah matang dan dewasa ini membuatku tersadar untuk ingin segera berkeluarga. Aku mendambakan hidup yang indah dengan seseorang yang bisa mencintaiku dan menerimaku apa adanya, seseorang yang baik akhlak dan budi pekertinya, seseorang yang bisa menyenangkan hatiku ketika aku memandangnya, seseorang yang dapat mengingatkanku ketika aku lalai dan berbuat kesalahan, dan seseorang yang dapat membantuku untuk beribadah kepada Allah, seseorang yang bisa membantuku agar lebih tegar dan memantapkan langkah ini ketika berdakwah kepada Allah.
Bundaku Sayang…!!! mungkin permohonanku kali ini akan membuatmu kaget atau akan berat menerimanya, tapi aku harus mengatakannya dengan kerendahan hati dan rasa harap. Bunda, Izinkan Aku tuk menikah. yaitulah yang ku inginkan selama ini. Yang ku dambakan selama ini, yang kukhayalkan selama ini, Dan yang ingin kutanyakan padamu Bunda.

Agak berat memang permohonan ini terucap dari bibirku, tapi haruskah keinginan ini kupendam selamanya? Dan sampai kapankah asa dan rasa ini akan ku derita? Kepada siapakah rasa ini akan kubawa dan kusampaikan selain kepadamu bunda!

Bundaku Sayang…!!!  Diri ini sungguh telah lelah rasanya melangkah sendiri, merasa selalu dihantui oleh perasaan ingin menikah. Lelah…!!! Dan teramat lelah….!!!! Untuk sebuah penantian yang aku sendiri tidak tahu kapan berakhirnya. Selaksa doa yang terus terlantun seakan menjadi arang untuk mengobarkan asa. Sebuah harapan untuk segera menemui hari yang paling membahagiakan. Ya… Hari pernikahan. Hari dimana aku bisa menumpahkan segala rasa cinta yang ada dengan halal dan penuh ridha Allah. Aku tidak ingin merasa galau dan merasa tidak nyaman beraktivitas, aku tidak ingin aktivitas dan ibadahku terganggu hanya karena perasaan ini.

Sungguh aku sadari wahai Bunda sayang,,,saat ini pernikahan adalah ujian terbesarku, orientasiku  dan  fokusku tertuju kepada kata-kata “MENIKAH”. Dan kusadari pula, ujian terbesarku saat ini adalah menahan hawa nafsu.

Itulah yang sekarang kurasakan. Lelah pula yang kurasakan untuk tetap menjaga hati dan iman ini. Lelah untuk istiqomah menanti hingga janji Allah tiba. Lelah untuk tetap tersenyum dalam menghadapi setiap pertanyaan..“Kapan menikah…..?”

Bundaku Sayang…!!!  Izinkanlah hati ini tunduk dalam biduk cinta yang dinamakan dengan NIKAH. Janganlah Bunda  biarkan hatiku keras membatu karena nafsu, Terombang-ambing di atas cinta yang kelabu, harapan fana yang semu, Kini hatiku gelisah tak menentu Bunda. Air mata seolah tak terbendung karena khawatir akan fitnah syahwat yang semakin hari semakin menjeratku. Aku takut akan kehancuran pribadiku karena godaan setan mengusik sepanjang hari dan waktu, aku merasakan iman ini sudah mulai rapuh .

Bundaku Sayang…!!!  Kuingin menikah atas perintah Allah dan Rasulnya, Aku ingin menghidupkan sunnah nabi kita, Sungguh ku sangat khawatir dengan ujian yang sangat berat ini, aku sangat takut terjatuh dalam kubangan dosa dan maksiat, aku juga khawatir tak mampu menjalankan perintah Allah, Bukan berpijak nafsu atau kepentinganku semata, tapi tuk harap ridha Allah.

Bunda…!!! Aku ingin menjalankan Sabda Nabi kita:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.” [1]

        Bunda…!!! aku merasa sudah sanggup tuk menikah, sudah siap untuk hidup berkeluarga. Aku ingin segera mendapatkan ketenangan hati dengan seorang bidadari dan anak. Selain itu juga aku ingin segera membina rumah tangga yang sakinah, mawadah warahmah dan mempunyai keturunan yang shaleh yang akan bermanfaat untuk kedua orang tuanya.  Aku yakin dengan Firman Allah ta’ala:
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ruum : 21)
Bunda…!!! istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya Aku pun ingin bersegera untuk menikah.
Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)
Kehadiran sosok penyejuk hati (qurrota a’yun) dapat memadamkan api amarah di benak ini. Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)
Dan Tidakkah pula Bunda ingat bahwa salah satu pahala yang tidak putus arusnya adalah doa dari anak yang sholeh. Rasulullah bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ ﺁدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:صَدَقَتٍ جَارِيَةٍ,أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ,أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ.
Jika anak Adam mati, maka terputuslah semua amalannya melainkan tiga hal; shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya. ” [2]
Bunda…!!! kuingin menikah dengan tujuan untuk lebih menundukkan pandanganku, ku ingin menikah untuk menjaga kesucian dan kehormatanku, untuk menjaga kemaluanku. Karena aku menginginkan surga, aku ingin mendapatkan jaminan surga. Aku yakin dengan sabda dan jaminan Rasulullah:
مَنْ يَضْمَنُ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
"Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di antara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga.”[3]
Bundaku Sayang…!!!   aku ingin menyempurnakan agamaku, aku ingin menjaga agamaku, aku ingin menyelamatkan agamaku bunda. Aku yakin dengan sabda Rasulullah:

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ اْلإِيْمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِى
‘Barangsiapa menikah maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan hendaklah ia bertaqwa ke-pada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." [4]

Begitu juga dalam lafazh yang lain disebutkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ رَزَقَهُ اللهُ امْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ اللهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِى
"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah dengan wanita (isteri) yang shalihah, maka sungguh Allah telah membantunya untuk melaksanakan separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam menjaga separuhnya lagi.” [5]
Bundaku Sayang…!!!  jika bunda khawatir  bila aku akan menikah, aku akan lalai dan tidak bisa konsen untuk  menuntut ilmu hanya karena pernikahan tersebut. Maka izinkan aku tuk mengatakan:”  Bunda, justru karena tidak menikah, hatiku akan gundah dan galau dalam kesepianku, gundah dalam penantianku, bukankah dengan menikah tersebut akan membuat hati kita menjadi tenang dan tenteram? Mungkin dengan menikahlah hatiku akan menjadi lebih tenang dan nyaman dalam menuntut ilmu, tidak ada kendala dan tidak ada lintasan fikiran yang tidak-tidak dalam benakku.
Bahkan jika daku belum menikah, maka pada hakikatnya diri ini mungkin akan terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka akupun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika aku bersegera menikah, lalu jiwaku merasa tenang dan bahagia, maka hal ini akan lebih membantuku dalam menuntut ilmu. Inilah yang memudahkan aku dalam belajar dan mungkin tidak seperti yang dinyatakan oleh bunda.
Bunda…!!! bukankah nikah itu juga pada hakikatnya agar manusia merasa nyaman, tentram dan indah dengan menikah? Bukankah Allah ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ruum : 21)
Bundaku Sayang…!!!  aku tahu engkau sebenarnya sangat berat untuk memenuhi permintaan restu anakmu ini, dan aku tahu engkau sebenarnya menginginkan kebahagiaan untuk anakmu. Maka jika Bunda menginginkan kebahagian sebagaimana mereka bahagia, kalau Bunda menginginkan menjaga agama anakmu sebagaimana mereka menjaga agamanya, lalu apa yang menjadi alasan Bunda untuk menundaku untuk menikah tanpa alasan syar’i. Apakah Bunda merasa aman dengan kemaksiatan yang telah tersebar, yang banyak orang terjatuh kedalamnya.
Bundaku Sayang…!!!  Jika Bunda mengatakan bahwa nikah pada saat ini akan dapat membebani aku dalam mencari nafkah untuk anak dan istriku nanti. Maka Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena pernikahan itu akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah sebab datangnya kebaikan untuknya. Bunda, bukankah semua rizki itu di tangan Allah:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)
Dan Jika aku segera menikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk diriku  dan untuk keluargaku nanti. Allah Ta’ala berfirman,
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)
Oleh karenanya, menikah itu bukanlah membuatku akan merasa terbebani di luar kemampuanku. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah satu pintu yang dapat mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.
Bunda…!!! tidak yakinkah bunda dengan firman Allah ta’ala berikut:
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (An-Nuur (24): 32)
Bunda tidak perlu khawatir dengan hal itu, tak perlu khawatir dengan rizki itu, yakinlah bahwa Allah akan menolong hambanya, Allah akan membantu hambanya yang ingin menikah dengan tujuan untuk memelihara dirinya dan pandangannya. Semoga Aku juga akan termasuk di antara orang-orang yang ditolong oleh Allah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang ditolong oleh Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi budak lagi).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda menguatkan janji Allah ‘Azza wa Jalla tersebut melalui sabda beliau.
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah; mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan  orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” [6]
Dan dalam sebuah ayat yang menunjukkan keluasan karunia Allah. Allah Ta’ala berfirman:
“ Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk kawin) dari hamba sahayamu laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “ (Qs. An Nisa’ : 32 )
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : ( Pada ayat   إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ   Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya ) Tidak menghalangi mereka apa yang mereka khwatirkan dari bahwasannya jika mereka menikah akan menjadi miskin dengan  disebabkan banyaknya tanggunan dan yang semisalnya. Didalam ayat ini terdapat anjuran untuk menikah dan janji Allah bagi orang yang menikah dengan diberikan kekayaan setelah sebelumnya miskin “ [7]
        Bundaku Sayang…!!!  kumohon, izinkan aku tuk menikah secepatnya. Bunda, tidak tahukah Bunda bahwa diantara penyebab terjerumusnya seorang hamba dalam lembah-lembah kenistaan adalah akibat menunda nikah karena karir, kuliah atau tanpa alasan syari’i lainnya!
Dan sebenarnya, Karir apa yang Bunda inginkan dari anakmu ini jika  aku harus mempertaruhkan agama demi karirku….!!! Bukankah keselamatan agama dan menjaga keimanan merupakan hal yang sangat terpenting bagi kita… Tidak khawatirkah Bunda terhadap diriku akan terjatuh kedalam kemaksiatan-kemaksiatan yang tiada ujungnya.? Bunda, bukanlah yang halal itu jauh lebih baik dari perkara yang haram tersebut?, kumohon, jangan jadikan aku diperdaya oleh hawa nafsu dan dunia.
Begitulah Bunda sayang, aku tidak ingin berlama membujang, aku juga tidak ingin seperti para rahib dan pendeta yang tidak menikah, aku tidak ingin membuat hatiku keruh karena hawa nafsu, aku tidak ingin pula melawan sunnah Rasulullah dan kodrat Allah ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluk-Nya.
Aku tidak mau dikatakan sebagai seorang yang lemah atau pelaku maksiat, dikarenakan aku belum menikah. Ibrahim bin Maisarah berkata, “Thawus berkata kepadaku, ‘Engkau benar-benar menikah atau aku mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan ‘Umar kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau kejahatan (banyak-nya dosa)." [8]
Bagaimana jika (semoga Allah menjaga kita semua)  Bunda menghalangiku untuk berbuat kebaikan dan aku menunda menikah tanpa alasan syar’i menjadi sebab aku terjatuh kedalam perbuatan zina, padahal Allah Ta’ala berfirman
Artinya : ” Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’ : 32)
Allah Ta’ala juga berfirman pada ayat lain
” Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain berserta  Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)…….. “ ( Qs. Al Furqan 67 – 68 )
Berkata Syaikh Sa’di Rahimahullah : ” Dan nash firman Allah Ta’ala tentang ketiga dosa ini merupakan dosa besar  yang paling besar, perbuatan syirik di dalamnya terdapat merusak agama, membunuh di dalamnya terdapat merusak badan dan zina di dalamnya terdapat merusak kehormatan”[9]    
Bunda...!!! Siapa yang menjamin aku akan selamat dari perbuatan maksiat? Tidak ada Bunda.. atau apakah hanya karena aku belum berkarir Bunda akan pertaruhkan agama anakmu dan Bunda pertaruhkan kejernihan hati anakmu? Bukankah Bunda akan merasa sedih kalau aku sampai  terjatuh kedalam perbuatan maksiat?
Bundaku sayang!!! Tidak inginkah Bunda melihat anakmu ini hidup dengan  kehidupan yang sempurna sebagai seorang manusia dengan didampingi seorang istri sholehah? tidak inginkah bunda aku merasakan hidup sakinah dengan ditemani seorang istri yang penyayang lagi penurut? tidak inginkah bunda melihat aku bahagia sebagaimana kebahagian seorang suami istri yang menggandeng buah hatinya pergi ke majelis ilmu? atau tidak inginkah Bunda melihat aku  bahagia sebagaimana kebahagian keluarga fulan yang bercanda dengan buah hatinya?
Bunda...!!!  setelah aku berdo’a kepada Allah, bangun di tengah malam, meminta ampunan kepada Allah dan berdo’a agar segera dikaruniai isteri yang shalihah. Aku ingin Bunda merestuiku untuk segera menikah. Aku ingin Bunda membantuku untuk menjalankan syari’at islam ini.
Bukankah Allah Ta’ala berfirman
” dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. ( Qs. Maidah : 2 )
Bukankah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda :
وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Dan Allah menolong hambanya apabila hamba itu menolong saudaranya.”[10]
Berkata Syaikh Shaleh Alu Syaikh Hafidzahullah :  ” Di dalam hadist ini terdapat anjuran kepada seseorang untuk menolong saudaranya dengan sebesar – besar anjuran, anjuran bahwasannya seorang hamba apabila menolong saudaranya maka Allah akan menolongnya, apabila kamu membantu kebutuhan saudaramu, Allah akan membantu kebutuhanmu, jika kamu membantu kaum muslimin, dan suatu saat kamu butuh bantuan maka Allah akan membantumu dan ini keutamaan dan pahala yang sangat besar “[11] 
Bunda Sayang…!!! jodoh memang ada di tangan Allah. Tapi, kalau kita tidak berusaha menjemputnya, akan terus di tangan Allah. Tidak akan pernah sampai di tangan kita. Biarkan aku mencoba menjemputnya dengan memperbaiki diri.
Bundaku Sayang…!!!  izinkan aku untuk bertanya kembali,  adakah yang lebih besar dari ta’awun yang dengan sebab ta’awun dan ridha serta restu Bunda tersebut dapat menjadi sebab selamatnya anakmu ini dari kemaksiatan?
Karena dengan restu dan izin menikah dari Bunda tersebut, Bunda telah ta’awun dan membantu anakmu, karena restu Bunda tersebut adalah menjadi sebab terjaganya anakmu ini dari perbuatan maksiat.
Dan bukankah Allah Ta’ala dan Rasul Nya menganjurkan kita untuk menikah, Allah Ta’ala berfirman :
” Maka nikahillah perempuan yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.“ ( Qs. An Nisa’ : 3 )
Begitu juga Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : 
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.” [12]
Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Di dalam hadist ini  terdapat anjuran dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam untuk para pemuda, khususnya para pemuda kaum muslimin,  dikarenakan syahwat para pemuda lebih kuat  dan kebutuhan  untuk menikah disisi mereka  lebih banyak, karena inilah dianjurkan bagi mereka untuk menikah “ [13]
Oleh karena itu, aku ingin berkata kembali ” Izinkan Aku tuk Menikah“, menjalankan perintah Allah dan Rasul Nya, membina rumah tangga sakinah semoga dengan itu Allah menjaga agama dan diri kita dari kemaksiatan.
Bunda, Kuhadirkan perkataan seorang ulama yang menjelaskan hukum dan manfaat menikah sebagai hadiah dariku untuk Bunda, Berkata Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah : ” Dan berkata sebagian Ahlu Ilmi (ulama -penj) bahwasannya menikah hukummnya wajib secara mutlak karena asal perintah adalah wajib. Hal ini dikarenakan perkataan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ” Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian mampu untuk menikah maka menikahlah ” Al-lam li ‘Amr pada asalnya di dalam ” ‘amr : perintah ” adalah wajib kecuali ada yang memalingkannya dari perintah wajib. Disamping itu bahwasannya meninggalkan menikah disertai kemampuan untuk menikah di dalamnya terkandung tasyabuh (menyerupai) orang nasrani yang mereka meninggalkan menikah dengan tujuan untuk menjadi pendeta dan tasyabuh  dengan selain dari kaum muslimin haram hukumnya. Dimana terdapat didalam menikah dari kebaikan yang besar dan menolak kerusakkan yang banyak, bahwasannya dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan akan tetapi dengan adanya syarat mampu pada pendapat ini, dikarenakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengkaitkan yang demikian itu dengan kemampuan sebagaimana perkataannya ” barangsiapa diantara kalian mampu menikah ” dan dikarenakan di dalam kaidah umum, setiap kewajiban disertai dengan syarat mampu. Pendapat wajibnya nikah dalam sisiku lebih mendekati kebenaran “. [14]   
Bunda…!!!  simaklah sebentar perkataan Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah: ” Diantara keutamaan menikah adalah dengan menikah dapat menjaga kemaluan dirinya dan istrinya dan menjaga pandangannya dan pandangan istrinya, kemudian setelah keutamaan itu lalu dalam rangka memenuhi kebutuhan syahwatnya ” [15]  
Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : “  Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa menikah terkandung di dalamya kebaikkan yang sangat banyak, di antaranya kesucian suami istri dan terjaganya mereka dari terjatuh ke dalam perbuatan maksiat, Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :  ” Wahai para pemuda barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah  maka menikahlah dikarenakan  dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan  dan menjaga kemaluan  “[16]
Bunda…!!!   perhatikah pula tentang atsar perkataan shahabat yang mulia:
Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah. Aku ingin pada malam-malam yang tersisa bersama seorang isteri yang tidak berpisah dariku.” [17]

Bunda…!!!   dapatkah kau melepasku untuk menjadi pemimpin keluarga dan menjadi suami yang shalih seutuhnya? Untuk dapat mencintai seseorang dan membimbing serta memberikan yang terbaik untuknya? Kuingin hidup dengan kehidupan baru Bunda. Kehidupan yang akan ku jalani dengannya yang nantinya akan ku pilih tuk menemaniku ke jalan Allah.

Ayah dan Bunda tersayang, apa yang masih mengganjal di hati kalian, apakah ayah dan Bunda takut ketika aku sudah berkeluarga akan melupakan kalian,,? Aku masih menjadi anak Ayah dan Bunda yang memiliki kewajiban untuk berbakti dan hormat pada orang tua, pernikahan bukan menjadi alasan untuk menghilangkan baktiku. Pernikahan bukan pula menjadi pemisah antara anak dan orang tua. aku akan tetap berusaha melanjutkan impian dan cita-cita yang kalian dambakan untukku. Oleh karena itu aku mohon dengan sangat izinkan diri ini menempuh bahtera pernikahan dengan orang yang nantinya akan menjadi pilihanku.
Bunda, Aku tahu… Tak mudah untuk Bunda memahami ini Tapi aku yakin Bunda sayang padaku, sangat sayang.  Dan mengizinkanku menikah.
Bundaku Sayang…!!!  aku mohon izinkanlah aku untuk meraih kebahagiaan itu. Sebuah kebahagiaan yang telah didapat Ayah dan Bunda melalui pernikahan yang halal dan suci. Izinkan aku untuk merasakan kebahagiaan bersama isteri yang shalihah dalam ikatan yang halal dan diridhai Allah. izinkan aku untuk hidup bersama seorang bidadari dan mengisi hari-hari bersama seperti yang telah dilalui oleh Ayah dan Ibu. Izinkan aku untuk merasakan kebahagiaan yang bercampur kecemasan ketika menanti buah hati kami seperti yang dirasakan Ayah dan Bunda ketika menantikan aku dulu.
Ayah dan Bunda tercinta…!!! maafkanlah aku bila mungkin selama ini aku belumlah menjadi anak yang baik untuk Ayah dan Bunda. Masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan yang selama ini telah kulakukan kepada Ayah dan Bunda. masih ada banyak harapan dan mimpi Ayah dan Bunda yang belum mampu kuwujudkan . Namun, Ayah dan Bunda tak perlu khawatir, pernikahan ini tak berarti aku melupakan mimpi dan harapan ayah dan Bunda terhadapku.
Meskipun telah menikah nanti, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap mewujudkan mimpi dan harapan Ayah dan Bunda, aku akan terus berbakti kepada Ayah dan Bunda, akupun akan membimbingnya agar turut membahagiakan orang tua kelak. Kami pun akan mendidik anak-anak kami agar mereka juga berbakti kepada Ayah dan Bundanya, aku akan mengajarkan kepada mereka bahwa Ayah dan Bunda adalah orang tua yang sangat berjasa dalam kebahagiaan keluargaku. Karena dengan izin dan ridha Ayah dan Bunda. aku bisa mantap dalam melangkah, dengan lantunan doa Ayah dan Bunda kami pada akhirnya nanti akan mendapatkan kebahagiaan yang ingin kami lalui.
Ayah dan Bunda yang ku sayang, semua ajaran dan bimbingan kalian akan menjadi bekal ku kelak ketika membimbing keluargaku, karena untukku kalianlah guru pertamaku sehingga aku sekarang menjadi seperti saat ini. Akan ku ajarkan keluarga kecilku kelak untuk berbakti kepada orang tua, membekali mereka dengan agama agar hidup keluarga kami menjadi terarah dan bahagia karena ketika menjadi seorang suami dan ayah akupun memiliki impian agar kelak keturunanku menjadi anak yang soleh dan solehah yang senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar. Semoga Ayah dan Bunda dapat memahami keinginanku untuk segera menikah.
Aku tak ingin melangkah tanpa restu kalian karena ku tahu ridho Allah ada di dalam ridho orang tua dan murka Allah ada di dalam murka orang tua. ringankanlah kakiku melangkah, berikan anakmu ini kesempatan untuk menunjukan bahwa anakmu ini dapat menjadi imam yang baik dan bertanggung jawab untuk keluarganya seperti yang ayah dan bunda ajarkan kepadaku. Aku ingin menjadi suami yang bisa membimbing istri menjadi penyejuk dan pendamping dalam perjalanan menuju cinta Allah. Meneladani Rasulallah sebagai pemimpin umat dan keluarga yang senantiasa mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan untuk semuanya.


Dari Anakmu,

Sofyan Hadi Assasaky



[1] Hadits shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[2] HR. Muslim no. 1391
[3] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6474, 6807), dari Sahl bin Sa’ad radhiyallaahu ‘anhu.
[4] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 7643, 8789). Syaikh al-Albani rahimahullaah menghasankan hadits ini, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 625).
[5] Hadits hasan lighairihi: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 976) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (II/161) dan dishahihkan olehnya, juga disetujui oleh adz-Dzahabi. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (II/404, no. 1916)
[6] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251, 437), an-Nasa'i (VI/61), at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518), Ibnul Jarud (no. 979), Ibnu Hibban (no. 4030, at-Ta’liiqatul Hisaan no. 4029) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”
[7] Taisiirul Karimir Rahman pada ayat ini
[8] Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10384), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/6, no. 16142), Siyar A’lamin Nubala (V/48).
[9] Silahkan lihat Taisirul Karimur Rahman
[10] HR. Muslim : 2699 dari shahabat Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
[11]  Syarh Arbain Nawawi, Syaikh Sholeh Alu Syaikh : 391
[12] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[13] Tashiilul Ilmaam Bifiqhil Ahaadist Min Bulugil Maram, Jilid 4 Kitab Nikah, hal 304

[14] Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaq’ni, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin, Kitab Nikah hal : 12.
[15] Syarhul Mumti’ Jilid 12 hal : 10
[16] Khutbatul Mimbariyah Fil Munaasibaatil ‘Asriyah, Syaikh Shaleh Al Fauzan : 242
[17] Lihat Mushannaf ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10382), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7, no. 16144)     dan Majma’uz Zawaa'id (IV/251).

Tidak ada komentar: