شكرا على نزولكم و حضوركم في هذا الموقع

Sabtu, 16 November 2013

Surat Izin Seorang Perempuan Untuk Menikah



By: Sofyan Hadi As Sasaky, S.Pd.I


Bunda Sayang, Allah telah menganugerahkan cinta dan kasih sayang yang tak terhinga melalui diri Ayah dan Bunda, Selama ini hidupku terasa indah atas hadirnya kalian dalam kehidupanku. Sungguh banyak sekali warna penuh cinta yang terlukis dalam hari-hariku bersama Ayah dan Bunda. Hari demi hari telah berlalu tak akan ada yang sanggup kulakukan untuk membalas jasa dan pengorbanan kalian berdua. Hanya sikap dan baktiku serta doa yang bisa kulantunkan agar Allah mebalas segala yang telah diberikan Ayah dan Bunda kepadaku dengan balasan yang jauh lebih indah.
Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua kepada apa-apa yang Allah cintai dan ridhai. Ananda sangat berterima kasih kepada Ayah dan Bunda yang telah membesarkan ananda dengan jerih payah dan pengorbanan, dengan kelembutan dan kasih sayang, semoga Allah membalas kebaikan Ayah dan Bunda dengan ganjaran yang besar, dan semoga ananda menjadi anak yang shalihah yang bermanfaat untuk Ayah dan Bunda, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِذا مَاتَ ابْن آدم انْقَطع عمله إِلَّا من ثَلَاثَة : صَدَقَة جَارِيَة ، وَعلم ينْتَفع بِهِ ، وَولد صَالح يَدْعُو لَهُ
 “ Jika mati seorang manusia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara : Shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” [1]
Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, ananda berharap Ayah dan Bunda berkenan membaca surat ini, yang mengungkapkan keinginan hati putrimu. Dan sebelumnya ananda minta maaf kalau di dalam surat ini ada kata-kata yang kurang berkenan di hati Ayah dan Bunda.
Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, sekarang putrimu sudah mencapai umur yang layak untuk menikah dan sebagai seorang manusia merupakan sebuah fitrah yang Allah fitrahkan pada dirinya menyukai lawan jenis, dan syari’at Islam memberikan sarana untuk menyalurkan kecenderungan ini dengan menikah. Yang dengan sebab menikah akan terpenuhilah kebutuhan seorang manusia dan tercapailah ketenangan hidup dan kebahagiaan. Sebagaimana Allah Ta’ala jelaskan di dalam firman-Nya :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Ar-Ruum : 21).
Suatu hal yang wajar ketika putrimu ini ingin menikah karena hal itu sebuah fitrah manusia, apalagi ada tujuan yang mulia ketika putrimu memutuskan untuk segera menikah, yaitu dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan menikah sehingga terhindar dari perbuatan maksiat.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
“ Maka nikahilah wanita-wanita yang lain yang kamu senangi “ (Qs. An Nisa’ : 3)
Rasullullah Shallahu ‘alaihi wassalam bersabda : 
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.” [2]
Ayah dan Bunda tercinta kini Allah telah menganugerahkan kepadaku perasaan cinta kepada seseorang yang kini telah hadir mengisi hari-hariku. Andai ayah dan Bunda tahu, perasaan ini mungkin sama rasanya seperti rasa cintanya Khadijah kepada Rsulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Fatimah kepada Ali, cinta Imraatul ‘Aziz kepada Yusuf, dan mungkin perasaan cintanya Bunda kepada ayah.
`Bukankah Ayah dan Bunda senang kalau ananda bahagia, insya Allah kebahagian putrimu  jika Ayah dan Bunda mengizinkan ananda untuk menikah dengan laki-laki shalih pilihan putrimu sendiri. Dan Insya Allah putrimu sudah cukup umur untuk menikah tidak mesti atau menunggu hingga umur 20 tahun. Berapa banyak orang-orang dahulu yang menikah di usia yang sangat muda, bahkan pemimpin para wanita shalih pun menikah di usia muda. Aisyah menikah di usia muda, Hafshah menjadi janda pada umur 18 tahun lalu dinikahi oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam, Shafiyahpun dinikahi oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam dalam usia belasan  ketika telah menjadi janda dan banyak contoh yang lainnya bahkan nenek dan kakek kita dahulu banyak yang menikah di usia muda.
Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, kalau di sana ada orang tua yang melarang putrinya untuk menikah dengan laki-laki shalih pilihannya hanya karena belum mapan, tidak punya pekerjaan tetap, atau ingin mencari menantu PNS walaupun tidak baik agamanya sehingga menolak pelamar yang shalih padahal mereka berdua sudah sama-sama cocok. Hal ini adalah bukanlah tindakan yang tepat bahkan membahyakan seorang anak.
Allah Ta’ala berfirman  :
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“ Dan nikahkanlah  orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk menikah) dari hamba-hamba sahayamu laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. “(Qs. An Nur’ : 32 )
Dan Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda :
  إذا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” [3]
        Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, menikah adalah perkara yang sangat baik terkandung di dalamnya kebaikkan dan manfaat yang sangat banyak termasuk menyegerakan untuk menikah, diantaranya dengan menikah seseorang menjadi terjaga dari maksiat dan yang lainnya. Bahkan menikah yang hukumnya sunnah (dianjurkan) bisa menjadi wajib pada kondisi jika seseorang mampu untuk menikah dan khawatir jika tidak menikah akan terjatuh kedalam perbuatan maksiat maka hukumnya menjadi wajib. Maka bukan alasan yang dapat dibenarkan jika di sana ada orang tua yang menghalangi anaknya untuk segera menikah hanya karena alasan ingin agar selesai studinya dulu. Lihat diantara teladan kita, salah seorang sahabat Rasulullah shalallhu ‘alahi wasallam dan seorang bapak dari seorang putri, yaitu Umar Bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu mencarikan calon suami untuk putrinya agar segera untuk dinikahi. “ Bahwasannya ketika Hafshah binti Umar menjanda karena (suaminya yang bernama) Khunais bin Hudzaifah As Sahmi meninggal di Madinah, dan ia termasuk dari kalangan sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Umar bin Khaththab berkata : ‘ Aku mendatangi Utsman Bin Affan untuk menawarkan Hafshah kepadanya lalu Utsman menjawab : “ Aku akan melihat urusanku. Lalu aku (Umar) menunggu selama beberapa malam dan kemudian Utsman bin Affan mendatangiku. Ia berkata : “ Telah jelas bagiku untuk aku tidak menikah pada saat ini. “ Umar berkata : “ Kemudian aku mendatangi Abu Bakar As Shidiq, aku katakan kepadanya,“ Kalau kamu mau, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar. Lalu Abu Bakar terdiam tidak memberikan jawaban kepadaku sama sekali. Sehingga aku lebih tersinggung kepadanya daripada kepada Utsman. Kemudian aku (Umar) menunggu beberapa malam lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melamarnya dan aku menikahkan Hafshah dengan beliau.” Setelah itu Abu Bakar mendatangiku dan berkata : “Mungkin kamu marah kepadaku ketika kamu menawarkan Hafshah kepadaku dan aku tidak memberikan jawaban sama sekali kepadamu.” Aku katakan : “Benar”, Abu Bakar berkata : “Sebenarnya tidak ada yang menahanku untuk memberikan jawaban terhadap tawaranmu kepadaku. Hanya saja aku mengetahui bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menyebut namanya, dan tidak pantas untuk aku menyebarkan rahasia Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, kalau saja Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkannya maka pasti aku akan menerimanya.”[4]
Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, tentu semua orang tua insya Allah menginginkan kebaikkan untuk anaknya, ingin anaknya senang dan bahagia. Kebahagiaan seseorang adalah dengan mengikuti pentunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam semua aspek kehidupan. Diantaranya tentang masalah menikah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (as-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.”[5]
Dan Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda :
  إذا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” [6]
Bunda, putrimu sama sekali bukan bermaksud untuk menggurui bunda, hal ini ananda sampaikan hanya sebagai hujjah bagi ananda dan Bunda.
Dari dua hadist ini dapat diketahui bahwa termasuk petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menikahkan anak putrinya jika ada seorang yang shalih, baik agama dan akhaknya datang melamar putrinya, baik yang dilamar putrinya yang pertama atau yang kedua. jika tidak maka akan terjadi fitnah (kerusakkan). Maka dari sini pula dapat difahami kelirunya jika disana ada orang tua yang bersikukuh tidak mau menikahkan putrinya dengan laki-laki shalih pilihannya hanya karena dia melangkahi kakaknya yang belum menikah. Sehingga bapaknya melarang anaknya menikah dengan orang yang hendak melamarnya dengan alasan kakaknya belum menikah, dengan alasan tidak boleh melangkahi kakaknya. Mana petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang mengajurkan demikian…? jawabanya tidak ada. Jelas perbuatan itu tidak dibenarkan oleh agama kita yang mulia karena mengandung kedzaliman terhadap anaknya. Dan Allah Subhaanahu Wata’ala Berfirman dalam sebuah hadist Qudsi,
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
 ” Wahai para hambaku sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku, dan menjadikan kedzaliman sesuatu yang diharamkan atas kalian, maka janganlah kalian berbuat dzalim “[7]
Termasuk juga menyaratkan dengan mahar yang tinggi atau dengan pesta yang mewah kepada calon suami putrinya, karena berat dengan syarat yang diajukan akhirnya proses menuju pernikahan pun gagal, padahal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
خير النكاح أيسرها
“ Sebaik-naik pernikahan ialah yang paling mudah “[8]
Dalam hadist lain Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda : “Sesungguhnya diantara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.“[9]
Bunda, dapatkah kau lepas putrimu untuk menjadi milik seseorang seutuhnya? Untuk dapat mencintai seseorang dan menyerahkan serta memberikan semua yang ku miliki untuknya? ku ingin hidup dengan kehidupan baru Bunda. Kehidupan yang akan ku jalani dengannya yang telah ku pilih tuk menuntunku ke jalan Allah.

Agak berat memang permohonan ini terucap dari bibirku, tapi haruskan keinginan ini ku pendam slamanya? Jujur, putrimu tak ingin lepas darimu Bunda. Ku masih ingin merasakan hangatnya tubuhmu, lembutnya suaramu, dan beningnya air matamu yang keluar di saat aku melakukan kesalahan..
Bunda, ku harap kali ini kau mengizinkan dan rela melepasku bersama seseorang yang telah ku pilih. Ku ingin dia yang menjadi teman hidupku. Ku ingin dia yang menjadi imam untukku dan untuk keluarga kecilku nanti.
Ayah dan Bunda yang ananda sayangi, semoga Ayah dan Bunda bisa memahami keinginan putrimu yang memutuskan untuk segera menikah dengan laki-laki shalih pilihan putrimu, insya Allah itulah yang terbaik untuk ananda bahkan untuk bapak dan ibu.
Bunda sayang, aku tak minta banyak,  izinkan ini jadi nyata. putrimu tahu nanti tak akan semulus tampaknya. Aku tahu kau khawatir kepadaku. Tapi Bunda, aku telah menemukan imamku, jangan engkau menolaknya, karena ia akan menjagaku  lebih baik dari yang bisa Bunda bayangkan.  putrimu tak akan benar-benar lepas dan menghilang darimu Bu. Tak inginkah Bunda menimang cucu? karena aku sudah tak sabar mengandungnya. Tak inginkan  Bunda melihatku tersenyum dan menjadi dewasa…? karena aku sudah tak sabar menjemput kebahagiaan...

Allah telah menganugerahiku seseorang yang mungkin adalah jawaban dari Ayah dan Bunda ketika Ayah dan Bunda berdoa agar aku bisa mendapatkan seseorang yang baik, maka dia adalah seseorang yang sangat baik. Dia mencintai dan menyayangiku dengan tulus. Dia mengerti dan menerimaku apa adanya yang tercermin seperti tulusnya kesabaran Ayah kepada Bunda, hingga perlahan Allah telah merajut tali kasih sayang diantara kami untuk saling mencintai.
Sungguh Ayah dan Bunda tak perlu khawatir, karena dia adalah sosok yang baik, kesholehan terpancar dengan begitu indah dari dalam dirinya.
Wahai Ayah dan Bunda tercinta jika harta yang diharapkan  maka tidak akan menjadi  jaminan bahwa tiada harta berlimpah yang dapat dia persembahkn ketika ijab qabul. Jika keturunan mulia yang diharapkan, diapun berkata bahwa dia adalah seseorang yang biasa yang berasal dari keluarga yang biasa pula.
Namun adakah Bunda dan Ayah melihat bahwa ketaqwaan yang dimilikinya adalah lebih dari segalanya.
Ayah dan Bunda seperti itulah yang telah diajarkan kepada kita. Ketika dia memiliki pemahaman agama yang bagus, tentu dia tidak akan berbuat dzalim kepada keluarganya, ketika sedang marah, dia tidak mendiamkan diriku tanpa sebab, dia pun tidak akan menjadi  fitnah bagi istri dan keluarganya dengan membawa sesuatu yang munkar kedalam rumah,  namun dia akan berbuat seperti apa yang disabdakan Rasulullah  “ sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku”[10]. Mendengar tentang hal ini  menambah keyakinanku bahwa dia dapat membuatku bahagia dengan ketaqwaan yang dimilikinya.
Ayah dan Bunda tercinta,  mungkin niatan ini terlihat terburu-buru, namun sungguh semua ini telah menumbuhkan kesungguhan dalam hati. Kami tidak terburu-buru, kami hanya menyegerakan agar tidak terjatuh dalam hubungan yang haram, sihingga kami akan hanyut dalam perasan yang gundah gulana yang menyiksa. Kami takut dalam hubungan kami nanti justru mengantarkan kami kedalam lembah kemaksiatan. Sungguh, kami takut akan dosa-dosa yang akan kami dapat jika itu terjadi.
karena itulah, Ayah, Bunda, izinkanlah kami menjalani hubungan kami dalam ikatan yang suci dan halal, agar perasaan kami dapat terus tumbuh dan hidup dibawah ridha dan lindungan-Nya.
Ayah dan Bunda tercinta,  jika Allah mengizinkan dengan waktu yang Dia berikan, izinkanlah aku menikah dengannya. Seseorang yang sungguh-sungguh kucintai, seseorang yang telah ku idam-idamkan dan telah memenjarakan hatiku ketika datang taaruf denganku dan perasaanku yang Allah telah merajutkan benang kasih diantara kami berdua.
Ayah dan Bunda tercinta, aku mohon izinkanlah aku untuk meraih kebahagiaan itu. Sebuah kebahagiaan yang telah didapat Ayah dan Bunda melalui pernikahan yang suci. Izinkan aku untuk merasakan kebahagiaan bersamanya dalam  ikatan yang halal dan diridhai-Nya. Izinkan aku untuk hidup bersamanya dan mengisi hari-hari bersama seperti yang telah dilalui oleh Ayah dan Bunda. Izinkan aku untuk merasakan kebahagiaan yang bercampur kecemasan ketika menanti buah hati kami seperti yang dirasakan Ayah dan Bunda ketika menantikan aku dulu.
Ayah dan Bunda tercinta,  maafkanlah aku mungkin selama ini aku belumlah menjadi anak yang baik untuk Ayah dan Bunda. Masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan yang selama ini telah kulakukan kepada Ayah dan Bunda. Masih ada banyak harapan dan mimpi Ayah dan Bunda yang belum mampu kuwujudkan. Namun, Ayah dan Bunda tak perlu khawatir, pernikahan ini tak berarti aku melupakan mimpi dan harapan Ayah dan Bunda terhadapku.
Meskipun telah menikah nanti, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap mewujudkan mimpi dan harapan Ayah dan Bunda, aku akan terus berbakti kepada Ayah dan Bunda, akupun akan membimbingnya agar turut membahagiakan orang  tua kelak. Kami pun akan mendidik anak-anak kami agar  mereka juga berbakti kepada Ayah dan Bunda kami akan menenamkan kepada mereka bahwa Ayah dan Bunda adalah orang tua yang sangat berjasa dalam kebahagiaan keluarga kami. Karena dengan izin dan ridha mereka,  kami bisa mantap dalam melangkah, dengan lantunan doa Aisyah dan Bunda kami akhirnya dapat mendapatkan kebahagiaan yang ingin kami capai.



Entahlah Bunda,  pastinya putrimu ingin menikah Bunda.
Ku ingin dia yang menjadi teman hidupku saat ini, nanti dan selamanya…..
Ku mohon restumu Bunda…….

Bunda, aku ingin menikah..
Bunda, aku juga ingin merasakan memiliki suami dan anak seperti mu..
Bunda, aku ingin bahagia..






Dari Putri Kecilmu

Nindy Waisqarni As Sasakiyah


[1] HR. Muslim no. 4310
[2] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.
[3] HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022
[4] HR. Bukhari no. 4278
[5] HR. Ahmad no.  14373 di shahihkan oleh Syaikh al AlBani
[6] HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022
[7] HR. Muslim no. 6737 dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu 
[8] HR. Abu Dawud no. 2117 dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani pada Kitab Shahul jaami’ no. 2300 dari Uqbah bin Amir Radiyallahu ‘Anhu
[9] HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan al Hakim, dihasankan oleh Syaikh al Albani
[10]  H.R. Ibnu majah

Tidak ada komentar: